1.
PENDEKATAN PSIKOANALISIS
Pada suatu
ketika, Wagiman berjalan-jalan disekitar lingkungan sekolah. Tiba-tiba, ia
melihat pacarnya sedang berduaan dengan lelaki lain. Melihat kejadian itu, ia
langsung murka. Tidak sengaja, ia melihat sebuah botol didekat kakinya. Dengan
refleknya, ia menyambar botol dan langsung dilempar kearah lelaki yang sedang
berduaan dengan pacarnya. Lemparan yang tiba-tiba itu membuat lelaki tersebut
jatuh tak sadarkan diri. Setelah kejadian itu, diketahui bahwa Wagiman sering
sekali melempar benda-benda disekitarnya saat merasa marah. Selain itu, tidak
hanya saat marah, Wagiman juga seperti itu saat ia melihat orang-orang asing.
Ia selalu mudah curiga terhadap orang-orang tak dikenal yang berlalu lalang didepan
kosnya. Tidak segan ia melempar orang yang dianggap berbahaya tanpa melihat
terlebih dahulu.
Sejak
kecil, Wagiman sering kali mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan oleh
teman-temannya. Teman-temannya sering mengejek dengan sangat menyakitkan karena
kebetulan Wagiman berasal dari keluarga yang pas-pasan. Awalnya Wagiman bisa
bersabar. Ia tetap bisa berkepala dingin saat menghadapi teman-temannya. Namun
akhirnya, ejekan yang bertubi-tubi itu bisa membuat Wagiman lepas kendali. Ia
memukuli orang yang mengejeknya hingga tak sadarkan diri. Setelah kejadian itu,
tidak ada lagi orang-orang yang berani mengganggunya.
Wagiman
juga pernah mengalami kejadian yang tak mengenakkan lainnya. Suatu hari, ada
dua orang lelaki yang sedang jongkok disamping rumahnya. Kehadiran mereka tidak
diperdulikan oleh Wagiman. Keesokan harinya, dua orang lelaki tersebut kembali
terlihat sedang mondar-mandir didekat rumahnya. Pada hari berikutnya saat
pulang sekolah, ia sangat terkejut. Sesampai dirumah, ia melihat ibunya terkulai
bersimbah darah. Ternyata dirumahnya telah terjadi perampokan. Setelah kejadian
itu, ia mudah sekali curiga pada orang asing yang sering berlalu lalang didekat
tempat tinggalnya.
Asumsi
perilaku bermasalah
1. Dinamika yang tidak efektif antar
id, ego dan super ego
2. Adanya Kecemasan
3. Proses belajar yang tidak benar pada
masa lampau.
Analisis Kasus
1. Setiap tahap perkembangan individu
rawan terhadap suasana frustasi, konflik dan rasa tertekan.
2. Mekanisme pertahanan diri :
menggunakan ego untuk menghadapi masalah sehingga berperilaku tidak disadari.
3. Perilaku yang ditampilkan disebabkan
oleh kekacauan dalam berfungsinya totalitas individu:
a. Dinamika yang tak efektif
antara id ego dan super ego
b. Proses belajar yang didapat tidak
benar pada masa lampau
4. Neurosis: yaitu mengacu pada
kekacauan pribadi ringan yang disebabkan oleh konflik antara dua drive dan
disertai pula dengan perilaku yang tidak rasional. Keadaan ini dapat
dikembalikan kepada perkembangan awal, bagaimana individu mengaktualisasikan
mekanisme pertahanan dirinya untuk mengatasi ketegangan dirinya. Keadaan
neurosis sangat menguras energy sehingga individu tidak mampu lagi menghadapi
kenyataan
Tujuan
1. Membuat
hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari.
2. Merekontruksi
kepribadian dasar.
3. Menghidupkan
kembali pengalaman pengalaman masa kanak-kanak dini dengan menembus
konflik-konflik yang direpresi.
4. Membawa
kepada kesadaran menekan dorongan dorongan ketidak sadaran yang mengakibatkan
kecemasan
5. Kesadaran
intelektual
6. Memberikan
kesempatan pada individu menghadapi situasi yang selama ini ia gagal
mengatasinya
Peran
Konselor
1. Membantu
klien dalam mencapai kesadaran diri, Ketulusan diri, ketulusan hati, dan
hubungan pribadi yang lebih efektif dalam mengatasi kecemasan melalui cara-cara
yang realistis.
2. Konselor
membangun hubungan kerjasama dengan klien dan kemudian melakukan
3. serangkaian
kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
4. Konselor
memberikan perhatian kepada resistensi klien.
5. Fungsinya
adalah mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam
ketidaksadaran
Tehnik
1. Membangun
suasana bebas tekanan. Dalam suasana ini konseli menelusuri apa yang tepat dan
tidak tepat pada dirinya/tingkah lakunya dan mengarahkan diri untuk
merekonstruksi perilaku yang baru
2. Tehnik
dasar:
a. Asosiasi
Bebas: memberikan kesempatan seluas luasnya kepada konseli untuk
menemukan/mengungkapkan apa yang terasa, terpikirkan, teringatkan dan ada pada
dirinya.
b. Transferensi:
mengarahkan perasaan perasaanya yang tertekan kepada konselor dengan
mengandaikan konselor adalah subjek yang menyebabkan perasaanya tertekan.
c. Interpretatasi:
membawa konseli memahami dan menghadapi dunia nyata, melalui pemikiran yang
obyektif untuk memperkuat fungsi ego.
2.
PENDEKATAN BEHAVIOR
A.
Deskripsi Kasus
Konseli
adalah salah seorang siswa SMP kelas VIII. SMP sekolahnya tahun ajaran ini
mengadakan pemilihan ketua OSIS. Disekolahnya konseli merupakan siswa yang
pandai, kreatif dan tekun dan disukai dalam pergaulan oleh temanya. Dalam
kesempatan ini teman temanya mencalonkan konseli sebagai ketua OSIS, batinya
konseli juga berkeinginan untuk mencalonkan diri sebagai ketua OSIS. Akan tetapi konseli menolak dukungan teman
temanya karena ia merasa minder, tidak pantas , tidak cocok seandainya ia
menjadi ketua OSIS.
Ketakutan
ini muncul karena baginya menjadi ketua OSIS berarti ia akan banyak berbicara didepan orang orang.
Hal inilah yang menyebabkan konseli mengurungkan niatnya. Ketakutanya muncul
ketika ia harus berbicara dihadapan orang banyak karena ia pernah mempunyai
pengalaman yag tidak menyenangkan pada masa lalu. Pada kelas IV sd ia
terpeleset ketika berjalan diatas panggung dalam pentas drama disekolah. Teman
temanya menertawakan dan bersorak sorak mengejeknya. Ketika kela V sd ia
mewakili sekolah dalam lomba menyanyi, ia salah dalam pengucapan syair lagu sehingga para peserta tertawa,
bahkan guru pendampingpun ikut tertawa,…
Akhir
akhir ini ia merasa gelisah, takut selalu berdebar debar karena kondisi ini ia
pun dating ke konselor.
B.
Penanganan
1.
Tahap
awal.
Terlebih
dahulu dilakukan pembinaan hubungan yang hangat dengan konseli (rapport).
”menyambut kedatangan konseli, memberikan penjelasan tentang peran konselor
terhadap konseli untuk menumbuhkan
kepercayaan konseli, membicarakan tentang tujuan konseling, setelah konseli
memahami tujuan konseling konselor mengajak konseli untuk mengeksplorasi
masalahnya” .
Pada tahap ini raport sudah terbina hubungan yang baik
dengan konseli, pelaksanaan, kontrak waktu
dan kesepakatan akan tujuan konseling yang ingin dicapai dalam proses
konseling berjalan dengan lancar. Sedang untuk tahap identifikasi kasus yaitu
konselor mengetahui masalah yang dialami konseli secara umum dapat digali pada
tahap berikutnya.
2.
Tahap
Assesment.
Konselor mengajak konseli untuk mengungkapkan apa yang
menjadi kebingungan, kesulitan, atau masalah yang dialaminya.
Konseli adalah anak yang berwibawa dikalangan teman teman
di sekolahnya, ia kreatif, pandai dan tekun itulah alasan teman nya untuk
mencalonkanya sebagai ketua OSIS. Konseli
merasa takut dan gelisah, ia ingin menolak pencalonan itu karena ia merasa
dirinya tidak pantas dan tidak cocok, tetapi ia juga tidak berani menerima
reaksi dari temanya yang antusias mencalonkan dirinya.
Konselor menggali informasi lebih dalam lagi, data yang
digali terkait dengan kejadian masa sekarang , pengalaman pengalaman negatif yang
pernah dialaminya pada masa lalu, perasaan perasaan sekarang, perasaan perasaan
yang tidak menyenagkan pada maasa lalu, apa yang dipikirkan pada saat sekarang,
apa yang dipikirkan pada masa lalu ketika mengalami kejadian yang tidak
menyenangkan dengan analisis A (antacedent) ® B (behavior) ® C (consequence) :
a. Pengalaman saat ini
Antaseden (A) dicalonkan sebagai ketua OSIS oleh teman
temanya.
Behavior (B)
datang untuk meminta bantuan konselor.
Respon kognitif ”
menganggap diri tidak pantas, tidak cocok untuk ketua OSIS”
Respon afektif ” gelisah, takut dan kaget untuk mengemban
tugas sebagai ketua OSIS
Conseuensi (C) merasa lega setelah bertemu konselor dan
mendapat jalan keluar untuk masalah yang dihadapinya.
b. Pengalaman masa lalu
Antaseden (A) terpeleset saat berjalan diatas panggung
pada acara drama sekolah, temanya menertawakan dan mengejeknya.
Behavior (B)
Lari pulang dan menangis
Respon kognitif ”
menganggap diri bodoh, dan dipermalukan teman temanya”
Respon afektif ” jantung berdebar dan malu
Consequen (C) cepat pulang kerumah agar lebih tenang dan
aman karena menjauhi panggung.
c. Pengalaman masa lalu
Antaseden (A) mewakili sekolah dalam lomba nyanyi, ia
salah mengucapkan syair, sehingga para peserta tertawa dan guru pendamping pun
ikut tertawa..
Behavior (B)
tetap melanjutkan lagunya walau pikiran berkecamuk, badan
keringat dingin
Respon kognitif ” guruku
dan peserta lomba jahat, cukup kali ini mewakili sekolah”
Respon afektif ” malu, grogi dan kecewa
Consequen (C) ingin cepat selesai dan turun dari
panggung..
Dari tahap assesment dapat disimpulkan untuk mengetahui
faktor dan akibat dari keresahan, kebingungan masalah yang dialaminya.
3.
Goal Setting
Untuk
membentuk perilaku yang diharapkan (target behavior), konselor dan klien
bersama-sama menentukan arah tujuan konseling. Konselor menjelaskan sumber
masalah yang dialami konseli, bahwa pengalaman masa lalunya mempengaruhi proses
belajar sekarang.
Konselor
mengajak konseli untuk berperilaku baru yang lebih realistic dengan menggali
pengalaman pengalaman yang positif dimasa lalu, pengalaman positif inilah yang
dijadikan patokan konseli untuk memiliki kognisi yang baru dan merencanakan
tindakan konkret yang lebih baik.
4.
Tahap
Implementasi Teknik.
Tehnik
yang digunakan adalah Aversion Therapy tehnik ini bertujuan untuk menghukum
perilaku negative dan memperkuat perilaku positif yaitu :
Proses
belajar yang telah berlangsung dimasa lalu konselor menjelaskan pada konseli
bahwa perasaan takut, gelisah, kaget, merasa diri tidak cocok/pantas menjadi
ketua osis merupakan akibat pengalaman traumatis yang terjadi masa lalu yaitu
ketika beberapa kali dipermalukan didepan umum. Peristiwa tersebut membuat
perasaanya selalu takut, cemas dan merasa tidak mampu.
Pengalaman
positif masa lalu yaitu
1.
ketika konseli ikut lomba nyanyi juara I
banyak orang tua temannya, guru yang memberikan pujian
2.
pernah menyanyi di acara ulang tahun
temanya, teman temanya bertepuk tangan dan terkagum kagum dengan suaranya yang
merdu.
Konselor mengajak melihat kembali
pengalaman positif yang dialaminya pada masa lalu tersebut dan melanjutkan
member pemahaman baru bahwa :
1.
menjadi pemimpin tidak selalu tampil
didepan umum
2.
tidak semua guru dan temanya jahat
3.
setiap orang berkemampuan menjadi
pemimpin
4.
setiap pemimpin tidak luput dari
kesalahan
5.
Evaluasi.
Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan konseli
dalam melaksanakan rencana tindakan yaitu
1. Konseli tetap menerima pencalonan dirinya sebagai ketua
osis.
2. Konseli meyakinkan diri bahwa dirinya bisa menjadi
seorang pemimpin
3. Dan konseli siap menerima apabila terpilih menjadi ketua
osis.
Kesimpulan dari tahap evaluasi adalah mengevaluasi pelaksanaan dari kontrak perilaku yang telah disepakati.
Konselor memberikan dorongan kepada konseli
agar tetap konsisten melakukan rencana tindakannya.
6.
Follow
Up.
Setelah proses konseling, konseli telah menemukan jalan
keluar permasalahananya, dengan demikian dapat ditutup proses konseling dengan
catatan catatan;
1. Meringkas pembeicaraan dari awal
2. Meminta konseli untuk menegaskan keputusanya
3. Memberikan dorongan semangat pada konseli.
4. Konselor menawarkan bantuan jika kelak timbul
permasalahan baru.
Meskipun konseling telah berakhir, konselor masih
memantau perkembangan yang terjadi pada konseli untuk menindak lanjuti
keberhasilan konseli dalam menjalankan alaternatif putusan yang disepakatinya.
3.
PENDEKATAN EKSISTENSIAL HUMANISTIK
A.
Deskripsi
Masalah
Kurang percaya diri
Konseli adalah siswa kelas III SMP,
prestasi belajarnya termasauk rata rata secara keseluruhan kondisi fisik cukup
proporsional, tidak memiliki cacat, hanya warna kulit yang hitam. Karena
keadaan warna kulit yang hitam inilah konseli sering diejek teman temanya
dengan julukan lutung. Sebenarnya ia merasa tidak nyaman dengan sebutan ini
tetapi ia tidak memiliki kesanggupan untuk melawan ejekan temanya itu. Dia hanya bias menekan perasaan dan
kekecewaan yang berujung pada kerontokan rasa percaya diri dan harga diri,
akibatnya dikelas cenderung menjadi pendiam. Dia sering ragu ragu dalam
bertindak dan cenderung menarik diri dari pergaulan.
Saat ini ia tinggal bersama kedua
orang tuanya dan adik yang masih kecil duduk di bangku SD, orang tuanya adalah
petani dengan kondisi ekonomi yang sederhana.
B.
Penanganan
a. Tahap awal
Konselor
membangun hubungan hangat, menyembut kedatangan konseli dan berbincang bincang
dengan konseli yang tanpa disadarinya konselor mengeksplorasi masalahnya tanpa
diminta.
b. Diagnosis
Pada
tahap ini konslor mendiagnosis masalah yang dihadapi oleh konseli, ia merasa
warna kulitnya terlalu gelap beda dengan teman temannya. Dari hasil diagnosis
menjelaskan bahwa konseli kurang percaya diri sehingga ia tidak nyaman dengan
keadaanya, ia merasa kecewa dan menjadi pendiam dan menarik diri dari
pergaulanya.
c. Tahap konseling
Konselor
memberikan arahan bahwa apa yang dipikirkanya tentang warna kulit dan ketidak
percayaan dirinya. Konselor konfrontasi kepada konseli bahwa segala perasaan negative
yang dirasakanya tentang warna kulit dan ejekan lutung itu tidak benar sampai
konseli mulai sadar dan merubah pandanganya terhadap masalahnya. Konselor juga
memberikan motivasi bahwa konseli dapat memaksimalkan potensi lain seperti
kondisi fisik yang bagus. Dan inilah kenyataan yang harus konseli hadapi, oleh
konselor apakah hanya dengan warna kulit yang hitam kamu merelakan hari harimu
dirundung ketidak percayaan diri dan menenggelamkan kecerian dirimu.
Setelah
beberapa kali pertemuan, konseli menghadap konselor hanya untuk menyampaikan
rasa terima kasih bahwa ia saat ini merasa lebih baik dan lebi percaya diri
dihadapan teman temanya.
4.
PENDEKATAN REALITA
A.
Deskripsi
Masalah
Bingung menentukan pilihan
pacar/jodoh
Konseli adalah seorang siswi kelas
XII SMA, ia adalah anak semata wayang berasal dari keluarga menengah, ayahnya
bekerja sebagai pedagang sayur. Akhir akhir ini konsentrasi belajarnya agak
terganggu. Sudah berapa kali nilai ulangannya turun. Hal ini membuatnya cemas
kalau kalau nilai raportnya jelek apalagi kalau nantu tidak lulus Ujian
Nasional (UN)
Prestasinya menurun akibat oleh
perasaanya bingung dan tertekan atas desakan orang tuanya yang menjodohkanya
dengan Alek. Alek adalah anak orang kaya teman orang tuanya, alek belum bekerja
dan ia anak manja. Desakan orang tua muncul karena mereka harus memberikan
jawaban kepada orang tua alek. Konseli sendiri menganggap alek hanya teman
biasa karena hubungan kedua orang tua mereka akrab. Konseli sendiri telah
mempunyai pacar pilihanya sendiri bernama Yudi yang masih kuliah, sementara itu
tanggapan orang tuanya terhadap yudi biasa biasa saja. Dalam pikiran konseli
yudi adalah pilihan yang tepat baginya dan konseli mantap dengan yudi karena
yudi tife pria yang kreatif, mandiri dan supel.
Orang tuanya lebih mendukung
hubungan dengan alek, konseli merasa orang tuanya memaksakan kehendak sehingga
menyakiti hatinya dan ia berpikir orang tuanya gila harta… karena kebingungan
itu konseli menemui konselor sekolah.
B.
Penanganan
1. Tahap Awal
Konselor
membangun hubungan yang hangat, menyambut kedatangan konseli, berbincang
seputar masalah konseli namun sebelumnya mengenalkan peran konselor dalam
proses konseling ini. Yang akhirnya konselor mempersilahkan konseli untuk
mengungkapkan kegelisahan yang dirasakanya.
2. Identifikasi Perilaku
Konselor
mengajak konseli untuk mengungkapkan apa
yang menjadi kebingunganya, kesulitan yang dihadapinya. Dan didapatlah bahwa
konsentrasi belajarnya terganggu, nilai raport menurun, nilai ujian juga anjlok
ia takut tidak lulus UN
Konselor
menggali informasi lebih dalam dari konseli terkait masalah yang dihadapinya
tentang hal hal penting yang mencetus konflik perasaan dan pikiran konseli,
orang orang yang terlibat munculnya konflik tersebut ternyata yang membuatnya
merasa bingung adalah “desakan orang tuanya yang menjodohkan nya dengan alek,
orang tuanya harus memberikan jawaban pada orang tua alek sementara lia tidak
mencintai alek, ia hanya menganggap alek sebagai sahabat. Konseli telah
mempunyai pacar yaitu yudi. Orang tua konseli lebih menyetujui hubungannya
dengan alek karena alek anak orang kaya.
3. Menilai tingkah laku
Dalam
pikiran dan perasaan konseli bahwa orang tuanya gila harta, konseli terganggu
dengan situasi ini sehingga nilainya menurun, sedang yudi adalah pilihan tepat
menurutnya. Perasaanya di rundung kecemasan, takut dan sakit hati. Setelah meng
identifikasi perilaku konseli, konselor memahamkan pada konseli bahwa
perilakunya itu tidak efektif.
4. Tahap pengembangan dan perencanaan
tingkah laku
Konselor
menjelaskan sumber masalah yang dialami konseli. Konselor mengajak membuat
rencana perilaku yang realistic yang kiranya menjadi landasan dalam berperilaku
yang lebih baik dan efektif dalam hidupnya
5. Tahap komitmen
Konselor mengajak konseli untuk
membuat perbandingan dengan melihat keuntungan dan kerugian dengan beberapa
pilihan yang menjadi kesulitan nya. Pada tahap ini konseli membuat kesepakatan
dengan konselor akan berkomitmen untuk melakukan rencana yang telah dibuatnya.
Konselor mengarahkan konseli agar bisa membuat keputusan terhadap pilihanya
degan pertanyaan
a. Mungkinkah
kamu memilih alek?
b. Mungkinkah
kamu memilih yudi/
c. Inginkah
kamu memilih alek?
d. Inginkah
kamu memilih yudi?
6. Tahap evaluasi
Pada
tahap ini konselor mengevaluasi proses konseling dimana konseli telah memutuskan
bahwa konseli akan mengatakan kepada orang tuanya bahwa ia akan tetap memilih
yudi dan menenggung segala resikonya
7. Rencana layanan lanjutan
Setelah
menemukan jalan keluar masalah yang dihadapi konseli konselor menutup proses
konseling dengan rencangan rancangan
a. Konseli diminta menegaskan keputusan
yang telah diambilnya
b. Konsselor member semangat pada
konseli
c. Konselor menawarkan bantua apabila
kelak timbul permasalahan baru
8. Evaluasi tindak lanjut
Konselor
masih memantau perkembangan yang sudah menjadi pada diri konseli. Hal yang
dilakukan adalah mengevaluasi dalam melaksanakan putusanya
a. Mengamati perilaku konseli
b. Memantau perkembangan prestasinya
c. Bertemu dengan orang tua konseli
5.
PENDEKATAN TRAIT and FACTOR
A.
Deskripsi
Kasus
Bingung memilih jenjang pendidikan
di perguruan tinggi, (diploma III atai strata I.
Konseli adalah seorang siswa kelas
XII di salah satu SMA, ia anak rajin dan pandai. Dalam pembagian raport selalu
mendapatkan rangking satu, hari ini dikelas XII mengadakan tes minat dan jurusan
untuk masuk ke perguruan tinggi. Dari hasil tes konseli disarankan untuk masuk
jurusan elektronik selain itu dia dianjurkan untuk melanjutkan ke jenjang s1.
Hal ini sesuai dengan cita citanya pada smp yaitu menjadi sarjana yang ahli
dalm bidang elektronik. Untuk itu ia merasa sangat mantap dengan jurusan yang
disarankan oleh hasil tes minat dan bakat, akan tetapi, akhir akhir ini heri
menjadi resah, cemas, bingung ia tidak konsentrasi dalam belajar dan sering
merenung dikelas. Kemudian ia menghadap konselor sekolah untuk membicarakan
masalahnya.
Hal yang dihadapinya adalah bingung
karena harapanya menjadi sarjana elektronik bertentangan dengan orang tuanya,
orang tuanya menyarankan untuk melanjutkan ke DIII saja sehingga ia cepat lulus
dan cepat mendapatkan pekerjaan, mengingat factor keuangan orang tuanya yang
hanya bekerja sebagai sopir sedangkan ia masih mempunyai adik yang membutuhkan
biaya, hal ini juga orang tuanya menuntutnya agar bias membantu membiayai studi
adiknya.
B.
Penanganannya
1. Tahap Awal pembinaan hubungan baik (rapport).
Konselor menerapkan sikap penerimaan, suasana hangat,
ramah, akrab dan penuh toleran. Hal
ini diciptakan agar untuk membangun kepercayaan dan rasa nyaman konseli
terhadap konselor
Konselor memulai perbincangan dan mempersilakan konseli
untuk mengungkapkan masalahnya, apa yang membuatnya bingung tentang kesulitan
yang dihadapinya yang akhir akhir ini
konseli tampak terlihat bingung, tidak konsentrasi dalam belajar dan suka
merenung dikelas. Perasaanya cemas dan resah.
2. Tahap Konseling
a. Analisis
Data diri
Cita
cita : Ahli elektro
Bakat
Khusus : elektronik, mesin
Sifat
positif : teliti, tekun tak mudah
menyerah
Harapan
pribadi : menjadi sarjana
elektronik
Pend.
Lanjutan : S1 Perguruan tinggi
negeri/swasta
Data orang tua
Harapan
ortu : cepat bekerja , membantu
membiayai adiknya
Pekerjaan
ortu : sopir bis
Juml
saudara : tiga
PT
saran ortu : diploma di pt negeri
b. Sintesis
Penggalian
data terkait dengan asal usul masalah tentang data pribadi dan orang tua.
c. Diagnosis dan prognosis
Ada
pertentangan dengan cita citanya yaitu ia ingin kuliah s1 elektro sementara
oran tua mengharapkan ia kuliah d3 saja
d. Treatment/Konseling
Konselor
menjelaskan sumber masalah yang dialami, konselor mengajak untuk membuat
perbandingan dengan melihat keuntungan dan kerugian beberapa pilihan dan
kesulitanya, konselor memberikan pertanyaan pertanyaan semisal, mungkinkah,
inginkah dan bisakah. Yang akhirnya konseli bisa memutuskan pilihanya contoh:
1. keuntungan dan kerugian kuliah s1
keuntungan
a. mendapat gelar sarjana sesuai cita cita
b. jenjang karir lebih baik
kerugianya
a. tidak
ada dukungan orang tua
b. waktu
studi lama
c. biaya
akan lebih besar
2. keuntungan dan kerugian kuliah d3
keuntungan
a. waktu kuliah singkat
b. sesuai keinginan orang tua
kerugianya
a. tidak
sesuai dengan cita cita
b. tidak
menjadi sarjana
3.
pertanyaan
alternatif
a.
mungkinkah
?
b.
inginkah
?
c.
bisakah
?
4.
membuat
pilihan
a.
mantap
dengan pilihan tetap kuliah s1
b.
membicarakan
dengan orang tua
c.
mencari
beasiswa sambil bekerja
e. Follow Up
Setelah proses
konseling akhirnya dapat ditemukan jalan keluar permasalahannya. Dan konselor
dapat menutup proses konseling yang sebelumnya meringkas kembali pembicaraan
antara konselor dan konseli. Konselor menegaskan kembali tentang keputusanya.
Konselor menawarkan bantuan apabila kelak timbul masalah baru.
3. Evaluasi
Walaupun
permaslahan ini dianggap sudah selesai namun konselor masih mengamati perilaku
konseli disekolah. Dan tetap membina hubungan dengan orang tua konseli tentang
perkembangan konseli dan member pujian kepada perilaku konseli yang mulai
membaik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar