Halaman

Senin, 03 Juni 2013

diklat guru BK Madrasah Tsanawiyah se Kalsel,teng dan timur.

Memahami Esensi Konseling



MEMAHAMI ESENSI KONSELING
 
Manusia diberi kehidupan yang sebenarnya adalah rahmat namun kadang dirasakan hidup bagaikan merupakan persoalan yang tak pernah putus dan berhenti kecuali manusia itu berhenti bernapas, dan ironisnya bahwa pada saat manusia itu meninggal seolah masih meninggalkan dan menimbulkan persoalan bagi yang ditinggalkannya.
Persoalan yang dihadapi manusia dari waktu kewaktu, makin lama makin rumit dan kompleks, baik persoalan yang berhubungan dengan pribadi, keluarga, pekerjaan dan masalah kehidupan secara umum. Kompleksitas masalah tersebut kadang dapat mengarahkan sebagaian dari kita mengalami konflik-konflik dan hambatan dalam memenuhi apa yang kita dambakan. Bahkan ada yang menimbulkan tekanan yang kadang sangat mengganggu yang menuntut adanya bantuan dari orang lain untuk dapat memecahkan persoalan-persoalan itu.
Konseling merupakan salah satu upaya untuk membantu mengatasi persoalan-opersoalan tersebut sekaligus juga sebagai usaha meningkatkan kesehatan mental.
Kemajuan konseling sejalan dengan kehidupan masyarakat, konseling yang mulanya hanya satu jenis kini mulai terbagi menjadi bagian-bagian yang amat spesifik, misalnya konseling sebagai hubungan pemberian bantuan yang profesional.
Sebagai pekerjaan yang profesional, konseling tentu memiliki fungsi dan cara kerja yang khas sesuai dengan bidang keilmuannya. Saat ini konseling merupakan pekerjaan yang sama pentingnya dengan pekerjaan profesional lainya seperti : kedokteran, kerja sosial, kebidanan dan pendidikan.
KONSEP DASAR KONSELING

Seperti  telah dikemukakan dalam berbagai perpustakaan, konseling merupakan bagian dari bimbingan, baik sebagai pelayanan maupun sebagai tehnik. Konseling merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih berkenaan dengan masalah individu secara pribadi (mortensen, 1964) sedang konseling merupakan inti dan alat yang paling penting dalam keseluruhan sistem bimbingan (Ruth strang, 1958).
Mortensen mendefenisikan konseling sebagai suatu proses antar pribadi, dimana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.
Jones (1970) menyebutkan bahwa konseling suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Selanjutnya dikatakan bahwa hubungan ini biasanya bersifat individual atau orang perseorang, meskipun kadang melibatkan lebih dari dua orang, dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.
Brammer dan Shostrom (1982) menekankan konseling sebagai suatui perancangan yang lebih rasional, pemecahan, pembuatan keputusan intensionalitas, pencegahan terhadap munculnya masalah penyesuaian diri, dan memberi dukungan dalam menghadapi tekanan-tekanan situasional dalam kehidupan sehari-hari bagi orang-orang normal.
William Ratigan (1967) ia mendeskripsikan pengertian konseling khususnya konseling pendidikan sebagai berikut :
1.      Konseling adalah usaha untuk membantu seseorang menolong dirinya sendiri.
2.      Konselor sekolah membantu anak-anak bersama bersama masalah-masalah mereka, dengan menemukan tempat mereka dalam hidup, dan dengan pemahaman yang lebih baik terhadap diri mereka sendiri.
3.      Konselor melihat kegiatan belajar siswa berjalan sejajar dengan kecakapan minatnya. Ia seyogianya mendorong siswa untuk dapat belajar secara realistik sesuai dengan dirinya.
4.      Konseling membantu anak-anak membuat keputusan sendiri dan memilih jalurnya sendiri sehingga mereka menemukan kepuasaan dan kesenangan dalam kehidupan kerja mereka.
5.      Konseling mengakui kebebasan individual untuk membuat keputusan sendiri dan mengarahkannya. Konseling juga mengakui adanya hambatan pada individu tertentu dan situasi tertentu, dan konseling hendaknya terampil dalam membantu membawa pada jalur yang tepat.
6.      Konseling memberi informasi kepada seseorang tentang dirinya, potensinya, dan kemungkinan-kemungkinan yang memadai bagi potensinya, dan bagaimana memanfaatkannya pengetahuan tersebut dengan sebaik-baiknya.
7.      Konseling hendaknya melihat pada masa kini dan membuatnya menjadi orang yang lebih baik dalam jangka panjang pada saat ia telah tertinggal sendiri untuk membuat pilihan bagi dirinya sendiri. Dengan kata lain konseling adalah membimbing anak muda (juga yang lebih tua) untuk memperoleh jalan hidup yang lebih baik dengan berdasar pengalaman masa lalu.
8.      Konselor sekolah membantu siswa membuat pilihan, mendiskusikan hasil yang mungkin dari pembuatan setiap keputusan, dan mengajar untuk menerima tanggung jawab terhadap pilihan yang telah dibuatnya.
9.      Konseling adalah suatu pengembangan emosional kedalam kulit orang lain.
10.  Tujuan konseling adalah pemahaman diri dan pengarahan diri
11.  Konseling bukan percakapan, akan tetapi sebagai suatu komunikasi yang intim, respirasi percakapan, dan sebagai suatu kontak.
12.  Konseling adalah meletakan suatu pasak persegi dalam libang persegi, dan pasak bulat dalam lubang bulat.
13.  Konseling memberi kesempatan pada orang lain untuk menyatakan apa yang ia inginkan, membiarkan ia melegakan hatinya dalam kata-kata yang dapat mengurangi ketegangan emosional.
14.  Konseling membiarkan siswa mengetahui bahwa ia berharga untuk dirinya sendiri, bahwa ia mendapat perhatian dan kepedulian.
15.  Konseling adalah suatu telinga yang bersifat simpatik.
16.  Konseling membiarkan orang lain menceritakan dirinya keluar dan kemudian mengembalikan pada dirinya, eling adalah persahabatan jangka pendek dengan tujuan yang disadari, dan selama itu konselor dan konsele menunjukan pertambahan dalam pertumbuhan intelektual, kematangan emosional dan tilikan spriritual.
17.  Seorang konselor adalah seseorang yang tidak pernah bermimpi memberikan nasihat secara mutlak.
18.  Konseling sering dianalogikan sebagai suatu upaya menghadapi gunung es, sekitar tiga perempat hambatan (masalah) ada pada bagian dalam. Konselor hendaknya menyadari bahwa klien tidak menyadari semua itu.
Dalam konseling, hubungan atau pertalian antara konselor dengan klien memegang peranan penting bagi keberhasilan konseling, hubungan dalam konseling berbeda dengan hubungan dalam situasi lain. Dalam konseling terjadi pertemuan antara konselor dan klien melalui serangkaian wawancara, karakteristik hubungan konseling menurut Shortrom dan bremmer (1960) ditandani dengan :
1.      Hubungan yang bersifat unik dan umum
Artinya hubungan antara konselor dan klien dalam konseling mempunyai ciri khas yang membedakan dengan bentuk hubungan lain keunikanya adalah terletak pada :
a.            Sikap dan perilaku konselor dan klien.
b.           Strukturnya yang terencana dan bersifat terapeutik
c.            Adanya penerimaan terhadap klien secara penuh oleh konselor.
Sedangkan hal yang bersifat umum adalah terletak dalam karakteristik hubungan yang juga terdapat dalam berbagai bentuk situasi hubungan antar manusia seperti kesamaan, keakraban, struktur, interaksi dsb.
2.      Adanya keseimbangan obyektivitas dan subyektivitas
Dalam konseling interaksi antara konselor dengan klien tidak sepenuhnya bersifat objektif, akan tetapi juga tidak sepenuhnya subjektif. Hubungan dalam konseling terdapat keseimbangan antara hal-hal yang bersifat objektif dan yang bersifat subjektif. Sedang objektivitasnya hubungan ditandai dengan segi objektif. Sedang segi subjektivitas hubungan ditandai dengan segi kehangatan dan perpaduan psikologis antara konselor dan klien.
3.      Adanya keseimbangan unsur kognetif dan konatif
Dalam konseling, hubungan antara konselor dan klien terdapat keseimbangan antara aspek kognetif dan konatif dan atau afektif. Aspek kognetif menyangkut proses intelektual seperti pemindahan informasi, pemberian nasehat, atau penafsiran. Sedang aspek konatif atau afektif mengacu pada aspek ekspresi perasaan dan sikap.
4.      Adanya keseimbangan antara kesamar-samaraan dan kejelasan
Dalam hubungan yang bersifat membantu, terdapat keseimbangan antara rangsangan yang bersifat tersamar dan yang jelas. Dalam situasi tertentu konselor memberikan rangsangan yang bersifat tersamar, sedangkan dalam situasi lain konselor rangsangan yang jelas.
5.      Adanya keseimbangan tanggung jawab
Dalam hubungan konseling, tanggung jawab tidsk seluruhnya ada pada konselor tetapi juga tidak seluruhnya ada pada konseli. Yang terujud adalah keseimbangan tanggung jawab keduanya
PENGERTIAN KONSELING
Konseling biasa kita kenal dengan penyuluhan, yang secara awam sebagai pemberian penerangan, informasi atau nasehat pada pihak lain. Tetapi disini bukan pengertian seperti itu yang dimaksud.
Konseling sebagai terjemahan dari “counseling” merupakan dari biombingan, baik sebagai layanan maupun sebagai tehnik “ layanan konseling adalah jantung hati layanan bimbingan secara keseluruhan” dapat dikatakan pula dengan “ konseling merupakan inti alat yang paling penting dalam bimbingan”
Dalam hal ini konseling salah satu cabang ilmu dan praktik memberikan bantuan pada  individu yang pada dasarnya memiliki pengertian yang spesifik sejalan dengan konsep yang dikembangkan dalam lingkup ilmu dan profesinya.
Disiplin ilmu yang mempunyai kedekatan dengan konseling adalah psikologi, bahkan secara kghusuis dapat dikatakan bahwa konseling merupakan aplikasi dari psikologi, terutama dilihat dari segi tujuan, teori yang digunakan dan proses penyelenggaraannya.
Untuk dapat mengerti lebih jauh tentang konseling ada baiknya kita memahami pengertian-pengertian menurut ahli sebagai berikut :
Pietrofesa (1978) mengemukakan bahwa konseling adalah proses yang melibatkan seseorang profesional  berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman dirinya (self understanding), membuat keputusan dan pemecahan masalah.
Penyuluhan adalah  hubungan timbal balik antara konselor dengan konsele, dalam memecahkan masalah-masalah tertentu dengan wawancara yang dilakukan secara face to face atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan klien, sehingga klien sanggup mengemukakan isi hatinya secara bebas, yang bertujuan agar klien dapat mengenal dirinya sendiri, menerima dirinya dan mengeterapkan diri dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya membuat keputusan, pemilihan dan rancana yang bijaksana serta dapat berkembang dan berperan secara optimal dalam lingkungannya.
Rochman Natawidjaya (1987) mendefenisikan Konseling merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang (konselor) merusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.
Moh. Surya (1988) Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya ia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Dalam pembentukan konsep yang sewajarnya mengenai dirinya sendiri, orang lain, pendapat orang lain tentang dirinya, tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan kepercayaan
Prayitni (1983) Konseling adalah pertemuan empat mata antara klien dan konselor yang berisi usaha yang laras, unuk dan manusiawi, yang dilakukan dalam suasana keahlian yang didasarkan norma-norma yang berlaku.
Kesimpulan dari uraian pengertian diaatas konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka antara konselor dengan klien yang berisi usaha yang laras, unik, manusiawi, yang dilakukan dalam suasana keahlian yang didasarkan norma-norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang.

HAL2 YANG DITEKANKAN DALAM KONSELING
1.      Konseling sebagai proses
Konseling sebagai proses berarti, konseling tidak dapat dilakukan sesaat, proses berarti ada waktu tertentu yang diperlukan dalam hubungan konseling dan dalam penyelesaian yang dialami klien. Dalam beberapa hal konseling tidak hanya dilakukan sekali pertemuan. Untuk membantu klien yang memiliki masalah cukup berat dan komplek, konseling dapat dilakukan beberapa kali pertemuan secara berkelanjutan.
2.      Konseling sebagai hubungan spesifik
Hubungan antara konselor dengan klien merupakan unsur penting dalam konseling. Hubungan yang dibangun konselor selama proses konseling dapat meningkatkan keberhasilan konseling dan dapat pula membuat konseling gagal. Dalam kehidupan sebenarnya “hubungan” satu dengan yang lain itu selalu ada. Ada hubungan guru dengan murid, hubungan dokter dengan pasien, hubungan orang tua dan anakny, dan dalam konseling hubungan konselor dengan beberapa klien. Namun hubungan konseling harus dibangun secara spesifik berbeda dengan pola hubungan sosial biasa, karena konseling membutuhkan hubungan yang diantaranya perlu adanya keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat dan empati.
3.      Konseling adalah membantu klien
Hubungan dalam konseling itu bersifat membantu (helping) hubungan membantu beda dengan memberi (giving) atyau mengambil alih pekerjaan orang lain. Membantu tetap memberi kepercayaan kepada klien untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hubungan konseling tidak bermaksud mengalihkan pekerjaan klien pada konselor, tetapi memotivasi klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri menghadapi masalahnya.
4.      Konseling untuk mencapai tujuan
Konseling diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar dari perilaku tidak adaptif menjadi adaptifbelajar melakukan pemahaman yang lebih luas tentang dirinya yang tidak hanya membuat know about tetapi juga belajar how to sejalan dengan kualitas dan kapasitasnya. Tujuan akhir konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan hidupnya( aktualisasi didinya)
PERKEMBANGAN KONSELING DI INDONESIA
Perkembangan Konseling di Indonesia relatif baru, mula-mula lahirnya Konseling dikembangkan disekolah-sekolah, utamanya di sekolah menengah. Karena kemajuan masyarakat Indonesia yang akhir-akhir ini mulai baik, akhirnya Konseling juga diterapkan di pusat-pusat rehabilitasi social dan lembaga-lembaga social dan industri.
Pekerjaan di bidang Konseling ini di Indonesia mulai menunjukkan perkembangannya, walaupun tidak dapat dibandingkan dengan negara2 maju. Dan karena masih baru, pekerjaan ini masih belum banyak dirasakan kebutuhannya atau tidak menjadi prioritas dalam menghadapi persoalan kehidupan social, walaupun sebenarnya banyak orang yang memerlukan  layanan konseling.
Di negara2 maju, layanan konseling sudah mulai meluas, selain telah menjadi bagian dalam penyelenggraraan sistem pendidikan (sekolah). Konseling juga dilembagakan di berbagai Instansi, seperti perusahaan, instansi social, rumah sakit dan lembaga koreksional. Jika apa yang terjadi di Amerika itu merupakan gambaran kebutuhan layanan konseling di Indonesia yang akan dating, maka nantinya layanan ini akan menjadi bagian yang cukup penting bagi upaya peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia yang akan dating.
Saat ini kemajuan dan kebutuhan akan layanan konseling telah ditopang dengan banyaknya lembaga2 pendidikan yang mendidik tenaga2 konselor professional. Dalam waktu yang relatife singkat dimungkinkan kesadaran masyarakat terhadap perlunya  layanan konseling akan meningkat.
Seiring dengan kemajuan dalam pelayanan terhadap kebutuhan individu, keluarga dan masyarakat di berbagai institusi, kini konseling telah dicoba dikembangkan secara luas, baik melalui dunia pendidikan, riset, maupun praktek dilapangan. Konseling kini mulai berkembang dimasyarakat selain konseling pendidikan yang telah meluas diterapkan dilembaga2 pendidikan, juga berklembang konseling jabatan (di industri), konseling untuk reproduksi, konseling bidang kesehatan, konseling keluarga untuk kesiapan purna tugas dan sebagainya. Dengan demikian konseling ini menjadi usaha pemecahan masalah yang mulai dirasakan manfaatnya dan perkembangannya menunjukan tanggapan positif dari masyarakat.

ASUMSI DASAR KONSELING


  1. Dalam koseling klien tidak dianggap sebagai seorang yang sakit mental, tetapi dipandang memiliki kemampuan untuk memilih tujuan, membuat keputusan dan secara umum menerima tanggung jawab dari tingkah lakunya dan perkembangannya dikemudian hari
  2. Konseling berpokus pada saat ini dan masa depan, tidak berpokus pada pengalaman masa lalu.
  3. Klien adalah klien, bukan pasien. Konselor bukan pigur yang memiliki otoritas tetapi secara esensial sebagai guru dasn fatner klien sebagaimana mereka bergerak secara mutual adalam mendefenisikan tujuan.
  4. Konselor secara moral tidak netral, tetapi memiliki nilai perasaan yang standar untuk dirinya. Konselor tidak seharusnya menjauhkan nilai, perasaan dan standar itu dari klien, dia tidak mencoba menyembunyikan pada klien
  5. Konselor mempokuskan pada perubahan tingkah laku dan bukan membuat klien menjadi sadar.
TUJUAN KONSELING


Berangkat dari pandangan rogers tentang kepribadian, ia menaruh perhatian pada keadaan psikologis yang sehat, yang dapat menyesuaikan secara psikologis yang sehat, dari pandangan itu dapat dikemukakan bahwa keadaan yang kongkruensi pada seseorang merupakan titik perhatiaan dalam pendekatan konseling berpusat pada person ini. Artinya bahwa proses konseling diharapkan dapat membantu  klien dalam menemukan konsep dirinya sesuai dengan medan fenomenalnya, dia tidak lagi menolak atau mendistorsi pengalaman-pengalamanya sebagai mana adanya
Secara ideal tujuan konseling berpusat pada person tidak terbatas oleh tercapainya oleh pribadi yang kongruensi saja. Bagi rogers tujuan konseling pada dasarnya sama dengan tujuan kehidupan ini, yaitu yang disebut dengan fully functioning person, yaitu pribadi yang berfungsi sepenuhnya. Roger beranggapan bahwa fully functioning person kurang lebih memiliki kesamaan dengan self actualization, meski memiliki sedikit perbedaan. Fully functioning person merupakan hasil dari proses dan karena itu lebih bersifat becoming, sedangkan aktualisasi ditri sebagaimana yang dikemukakan maaslow lebih merupakan keadaan akhir dari kematangan mental dan emosional, karena itu merupakan self-being.
Sahakian (1976) merinci Fully functioning person secara mendetail sebagai berikut :
1.      Dia akan terbuka terhadap pengalamanya dan keluar untuk kebiasaan defensif.
2.      Karena itu seluruh pengalamanya akan dapat disadari sebagai sebuah kenyataan.
3.      Seluruh yang disimbolisasi atau yang dinyatakan secara verbal  maupun dalam tindakan adalah akurat yang sebenarnya sebagai mana pengalaman itu terjadi.
4.      Struktur selfnya akan konruensi dengan pengalamannya.
5.      Struktur selfnya akan mampu berubah secara flekssibel sejalan dengan pengalaman baru.
6.      Pengalaman selpnya akan dijadikan sebagai pusat evaluasi.
7.      Dia akan memiliki pengalaman self-regard.
8.      Dia akan berperilaku secara kreatif untuk beradaptasi terhadap pristiwa-pristiwa yang baru.
9.      Dia akan menemukan nilai organismenya terpercaya mangarah pada perilaku yang sangat memuaskan, karena :
    1. Seluruh pengalaman akan dapat disadari.
    2. Tidak ada pengalaman yang didistorsi atau ditolak dan
    3. Akibat perilakunya juga akan disadari.
10.     Dia akan dapat hidup dengan orang lain dalam keadaan sangat memungkinkan untuk harmonis, sebab dia tetap menghargai secara positif karakter timbal-balik.
Secara singkat tujuan konseling ini mencakup, terbuka terhadap pengalaman, adanya kepercayaan terhadap organismenya sendiri, kehidupan eksestensial yaitu sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan, perasaan bebas dan kreatif.

masalah dengan penanganan 5 pendekatan

1.      PENDEKATAN PSIKOANALISIS
Pada suatu ketika, Wagiman berjalan-jalan disekitar lingkungan sekolah. Tiba-tiba, ia melihat pacarnya sedang berduaan dengan lelaki lain. Melihat kejadian itu, ia langsung murka. Tidak sengaja, ia melihat sebuah botol didekat kakinya. Dengan refleknya, ia menyambar botol dan langsung dilempar kearah lelaki yang sedang berduaan dengan pacarnya. Lemparan yang tiba-tiba itu membuat lelaki tersebut jatuh tak sadarkan diri. Setelah kejadian itu, diketahui bahwa Wagiman sering sekali melempar benda-benda disekitarnya saat merasa marah. Selain itu, tidak hanya saat marah, Wagiman juga seperti itu saat ia melihat orang-orang asing. Ia selalu mudah curiga terhadap orang-orang tak dikenal yang berlalu lalang didepan kosnya. Tidak segan ia melempar orang yang dianggap berbahaya tanpa melihat terlebih dahulu.
Sejak kecil, Wagiman sering kali mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan oleh teman-temannya. Teman-temannya sering mengejek dengan sangat menyakitkan karena kebetulan Wagiman berasal dari keluarga yang pas-pasan. Awalnya Wagiman bisa bersabar. Ia tetap bisa berkepala dingin saat menghadapi teman-temannya. Namun akhirnya, ejekan yang bertubi-tubi itu bisa membuat Wagiman lepas kendali. Ia memukuli orang yang mengejeknya hingga tak sadarkan diri. Setelah kejadian itu, tidak ada lagi orang-orang yang berani mengganggunya.
Wagiman juga pernah mengalami kejadian yang tak mengenakkan lainnya. Suatu hari, ada dua orang lelaki yang sedang jongkok disamping rumahnya. Kehadiran mereka tidak diperdulikan oleh Wagiman. Keesokan harinya, dua orang lelaki tersebut kembali terlihat sedang mondar-mandir didekat rumahnya. Pada hari berikutnya saat pulang sekolah, ia sangat terkejut. Sesampai dirumah, ia melihat ibunya terkulai bersimbah darah. Ternyata dirumahnya telah terjadi perampokan. Setelah kejadian itu, ia mudah sekali curiga pada orang asing yang sering berlalu lalang didekat tempat tinggalnya.
Asumsi perilaku bermasalah
1.      Dinamika yang tidak efektif antar id, ego dan super ego
2.      Adanya Kecemasan
3.      Proses belajar yang tidak benar pada masa lampau.

Analisis Kasus
1.      Setiap tahap perkembangan individu rawan terhadap suasana frustasi, konflik dan rasa tertekan.
2.      Mekanisme pertahanan diri : menggunakan ego untuk menghadapi masalah sehingga berperilaku tidak disadari.
3.      Perilaku yang ditampilkan disebabkan oleh kekacauan dalam berfungsinya totalitas individu:
a.       Dinamika yang tak efektif antara  id ego dan super ego
b.      Proses belajar yang didapat tidak benar pada masa lampau
4.      Neurosis: yaitu mengacu pada kekacauan pribadi ringan yang disebabkan oleh konflik antara dua drive dan disertai pula dengan perilaku yang tidak rasional. Keadaan ini dapat dikembalikan kepada perkembangan awal, bagaimana individu mengaktualisasikan mekanisme pertahanan dirinya untuk mengatasi ketegangan dirinya. Keadaan neurosis sangat menguras energy sehingga individu tidak mampu lagi menghadapi kenyataan

Tujuan
1.      Membuat hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari.
2.      Merekontruksi kepribadian dasar.
3.  Menghidupkan kembali pengalaman pengalaman masa kanak-kanak dini dengan menembus konflik-konflik yang direpresi.
4.      Membawa kepada kesadaran menekan dorongan dorongan ketidak sadaran yang mengakibatkan kecemasan
5.      Kesadaran intelektual
6.      Memberikan kesempatan pada individu menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya
Peran Konselor
1.      Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, Ketulusan diri, ketulusan hati, dan hubungan pribadi yang lebih efektif dalam mengatasi kecemasan melalui cara-cara yang realistis.
2.      Konselor membangun hubungan kerjasama dengan klien dan kemudian melakukan
3.      serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
4.      Konselor memberikan perhatian kepada resistensi klien.
5.      Fungsinya adalah mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam ketidaksadaran

Tehnik 
1.      Membangun suasana bebas tekanan. Dalam suasana ini konseli menelusuri apa yang tepat dan tidak tepat pada dirinya/tingkah lakunya dan mengarahkan diri untuk merekonstruksi perilaku yang baru
2.      Tehnik dasar:
a.       Asosiasi Bebas: memberikan kesempatan seluas luasnya kepada konseli untuk menemukan/mengungkapkan apa yang terasa, terpikirkan, teringatkan dan ada pada dirinya.
b.      Transferensi: mengarahkan perasaan perasaanya yang tertekan kepada konselor dengan mengandaikan konselor adalah subjek yang menyebabkan perasaanya tertekan.
c.       Interpretatasi: membawa konseli memahami dan menghadapi dunia nyata, melalui pemikiran yang obyektif untuk memperkuat fungsi ego.

2.      PENDEKATAN BEHAVIOR
A.    Deskripsi Kasus
Konseli adalah salah seorang siswa SMP kelas VIII. SMP sekolahnya tahun ajaran ini mengadakan pemilihan ketua OSIS. Disekolahnya konseli merupakan siswa yang pandai, kreatif dan tekun dan disukai dalam pergaulan oleh temanya. Dalam kesempatan ini teman temanya mencalonkan konseli sebagai ketua OSIS, batinya konseli juga berkeinginan untuk mencalonkan diri sebagai ketua OSIS.  Akan tetapi konseli menolak dukungan teman temanya karena ia merasa minder, tidak pantas , tidak cocok seandainya ia menjadi ketua OSIS.
Ketakutan ini muncul karena baginya menjadi ketua OSIS berarti  ia akan banyak berbicara didepan orang orang. Hal inilah yang menyebabkan konseli mengurungkan niatnya. Ketakutanya muncul ketika ia harus berbicara dihadapan orang banyak karena ia pernah mempunyai pengalaman yag tidak menyenangkan pada masa lalu. Pada kelas IV sd ia terpeleset ketika berjalan diatas panggung dalam pentas drama disekolah. Teman temanya menertawakan dan bersorak sorak mengejeknya. Ketika kela V sd ia mewakili sekolah dalam lomba menyanyi, ia salah dalam pengucapan  syair lagu sehingga para peserta tertawa, bahkan guru pendampingpun ikut tertawa,…
Akhir akhir ini ia merasa gelisah, takut selalu berdebar debar karena kondisi ini ia pun dating ke konselor.

B.     Penanganan
1.      Tahap awal.
Terlebih dahulu dilakukan pembinaan hubungan yang hangat dengan konseli (rapport). ”menyambut kedatangan konseli, memberikan penjelasan tentang peran konselor terhadap konseli untuk menumbuhkan kepercayaan konseli, membicarakan tentang tujuan konseling, setelah konseli memahami tujuan konseling konselor mengajak konseli untuk mengeksplorasi masalahnya” .
Pada tahap ini raport sudah terbina hubungan yang baik dengan konseli, pelaksanaan, kontrak waktu  dan kesepakatan akan tujuan konseling yang ingin dicapai dalam proses konseling berjalan dengan lancar. Sedang untuk tahap identifikasi kasus yaitu konselor mengetahui masalah yang dialami konseli secara umum dapat digali pada tahap berikutnya.
2.      Tahap Assesment.
Konselor mengajak konseli untuk mengungkapkan apa yang menjadi kebingungan, kesulitan, atau masalah yang dialaminya.
Konseli adalah anak yang berwibawa dikalangan teman teman di sekolahnya, ia kreatif, pandai dan tekun itulah alasan teman nya untuk mencalonkanya sebagai ketua OSIS. Konseli merasa takut dan gelisah, ia ingin menolak pencalonan itu karena ia merasa dirinya tidak pantas dan tidak cocok, tetapi ia juga tidak berani menerima reaksi dari temanya yang antusias mencalonkan dirinya.
Konselor menggali informasi lebih dalam lagi, data yang digali terkait dengan kejadian masa sekarang , pengalaman pengalaman negatif yang pernah dialaminya pada masa lalu, perasaan perasaan sekarang, perasaan perasaan yang tidak menyenagkan pada maasa lalu, apa yang dipikirkan pada saat sekarang, apa yang dipikirkan pada masa lalu ketika mengalami kejadian yang tidak menyenangkan dengan analisis A (antacedent) ® B (behavior) ® C (consequence) :
a.       Pengalaman saat ini
Antaseden (A) dicalonkan sebagai ketua OSIS oleh teman temanya.
Behavior (B)
datang untuk meminta bantuan konselor.
Respon kognitif  ” menganggap diri tidak pantas, tidak cocok untuk ketua OSIS”
Respon afektif ” gelisah, takut dan kaget untuk mengemban tugas sebagai ketua OSIS
Conseuensi (C) merasa lega setelah bertemu konselor dan mendapat jalan keluar untuk masalah yang dihadapinya.
                       
b.      Pengalaman masa lalu
Antaseden (A) terpeleset saat berjalan diatas panggung pada acara drama sekolah, temanya menertawakan dan mengejeknya.
Behavior (B)
Lari pulang dan menangis
Respon kognitif  ” menganggap diri bodoh, dan dipermalukan teman temanya”
Respon afektif ” jantung berdebar dan malu
Consequen (C) cepat pulang kerumah agar lebih tenang dan aman karena menjauhi panggung.

c.       Pengalaman masa lalu
Antaseden (A) mewakili sekolah dalam lomba nyanyi, ia salah mengucapkan syair, sehingga para peserta tertawa dan guru pendamping pun ikut tertawa..
Behavior (B)
tetap melanjutkan lagunya walau pikiran berkecamuk, badan keringat dingin
Respon kognitif  ” guruku dan peserta lomba jahat, cukup kali ini mewakili sekolah”
Respon afektif ” malu, grogi dan kecewa
Consequen (C) ingin cepat selesai dan turun dari panggung..
Dari tahap assesment dapat disimpulkan untuk mengetahui faktor dan akibat dari keresahan, kebingungan masalah yang dialaminya.

3.      Goal  Setting
Untuk membentuk perilaku yang diharapkan (target behavior), konselor dan klien bersama-sama menentukan arah tujuan konseling. Konselor menjelaskan sumber masalah yang dialami konseli, bahwa pengalaman masa lalunya mempengaruhi proses belajar sekarang.
Konselor mengajak konseli untuk berperilaku baru yang lebih realistic dengan menggali pengalaman pengalaman yang positif dimasa lalu, pengalaman positif inilah yang dijadikan patokan konseli untuk memiliki kognisi yang baru dan merencanakan tindakan konkret yang lebih baik.

4.      Tahap Implementasi Teknik.
Tehnik yang digunakan adalah Aversion Therapy tehnik ini bertujuan untuk menghukum perilaku negative dan memperkuat perilaku positif yaitu :
Proses belajar yang telah berlangsung dimasa lalu konselor menjelaskan pada konseli bahwa perasaan takut, gelisah, kaget, merasa diri tidak cocok/pantas menjadi ketua osis merupakan akibat pengalaman traumatis yang terjadi masa lalu yaitu ketika beberapa kali dipermalukan didepan umum. Peristiwa tersebut membuat perasaanya selalu takut, cemas dan merasa tidak mampu.
Pengalaman positif masa lalu yaitu
1.      ketika konseli ikut lomba nyanyi juara I banyak orang tua temannya, guru yang memberikan pujian
2.      pernah menyanyi di acara ulang tahun temanya, teman temanya bertepuk tangan dan terkagum kagum dengan suaranya yang merdu.
Konselor mengajak melihat kembali pengalaman positif yang dialaminya pada masa lalu tersebut dan melanjutkan member pemahaman baru bahwa :
1.      menjadi pemimpin tidak selalu tampil didepan umum
2.      tidak semua guru dan temanya jahat
3.      setiap orang berkemampuan menjadi pemimpin
4.      setiap pemimpin tidak luput dari kesalahan


5.      Evaluasi.
Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan konseli dalam melaksanakan rencana tindakan yaitu
1.      Konseli tetap menerima pencalonan dirinya sebagai ketua osis.
2.      Konseli meyakinkan diri bahwa dirinya bisa menjadi seorang pemimpin
3.      Dan konseli siap menerima apabila terpilih menjadi ketua osis.
Kesimpulan dari tahap evaluasi adalah mengevaluasi pelaksanaan dari kontrak perilaku yang telah disepakati.  Konselor memberikan dorongan kepada konseli agar tetap konsisten melakukan rencana tindakannya.
6.      Follow Up.
Setelah proses konseling, konseli telah menemukan jalan keluar permasalahananya, dengan demikian dapat ditutup proses konseling dengan catatan catatan;
1.      Meringkas pembeicaraan dari awal
2.      Meminta konseli untuk menegaskan keputusanya
3.      Memberikan dorongan semangat pada konseli.
4.      Konselor menawarkan bantuan jika kelak timbul permasalahan baru.
Meskipun konseling telah berakhir, konselor masih memantau perkembangan yang terjadi pada konseli untuk menindak lanjuti keberhasilan konseli dalam menjalankan alaternatif putusan yang disepakatinya.

3.      PENDEKATAN EKSISTENSIAL HUMANISTIK
A.    Deskripsi Masalah
Kurang percaya diri
Konseli adalah siswa kelas III SMP, prestasi belajarnya termasauk rata rata secara keseluruhan kondisi fisik cukup proporsional, tidak memiliki cacat, hanya warna kulit yang hitam. Karena keadaan warna kulit yang hitam inilah konseli sering diejek teman temanya dengan julukan lutung. Sebenarnya ia merasa tidak nyaman dengan sebutan ini tetapi ia tidak memiliki kesanggupan untuk melawan ejekan temanya itu.  Dia hanya bias menekan perasaan dan kekecewaan yang berujung pada kerontokan rasa percaya diri dan harga diri, akibatnya dikelas cenderung menjadi pendiam. Dia sering ragu ragu dalam bertindak dan cenderung menarik diri dari pergaulan.
Saat ini ia tinggal bersama kedua orang tuanya dan adik yang masih kecil duduk di bangku SD, orang tuanya adalah petani dengan kondisi ekonomi yang sederhana.

B.     Penanganan
a.       Tahap awal
Konselor membangun hubungan hangat, menyembut kedatangan konseli dan berbincang bincang dengan konseli yang tanpa disadarinya konselor mengeksplorasi masalahnya tanpa diminta.
b.      Diagnosis
Pada tahap ini konslor mendiagnosis masalah yang dihadapi oleh konseli, ia merasa warna kulitnya terlalu gelap beda dengan teman temannya. Dari hasil diagnosis menjelaskan bahwa konseli kurang percaya diri sehingga ia tidak nyaman dengan keadaanya, ia merasa kecewa dan menjadi pendiam dan menarik diri dari pergaulanya.
c.       Tahap konseling
Konselor memberikan arahan bahwa apa yang dipikirkanya tentang warna kulit dan ketidak percayaan dirinya. Konselor konfrontasi kepada konseli bahwa segala perasaan negative yang dirasakanya tentang warna kulit dan ejekan lutung itu tidak benar sampai konseli mulai sadar dan merubah pandanganya terhadap masalahnya. Konselor juga memberikan motivasi bahwa konseli dapat memaksimalkan potensi lain seperti kondisi fisik yang bagus. Dan inilah kenyataan yang harus konseli hadapi, oleh konselor apakah hanya dengan warna kulit yang hitam kamu merelakan hari harimu dirundung ketidak percayaan diri dan menenggelamkan kecerian dirimu.
Setelah beberapa kali pertemuan, konseli menghadap konselor hanya untuk menyampaikan rasa terima kasih bahwa ia saat ini merasa lebih baik dan lebi percaya diri dihadapan teman temanya.

4.      PENDEKATAN REALITA
A.    Deskripsi Masalah
Bingung menentukan pilihan pacar/jodoh
Konseli adalah seorang siswi kelas XII SMA, ia adalah anak semata wayang berasal dari keluarga menengah, ayahnya bekerja sebagai pedagang sayur. Akhir akhir ini konsentrasi belajarnya agak terganggu. Sudah berapa kali nilai ulangannya turun. Hal ini membuatnya cemas kalau kalau nilai raportnya jelek apalagi kalau nantu tidak lulus Ujian Nasional (UN)
Prestasinya menurun akibat oleh perasaanya bingung dan tertekan atas desakan orang tuanya yang menjodohkanya dengan Alek. Alek adalah anak orang kaya teman orang tuanya, alek belum bekerja dan ia anak manja. Desakan orang tua muncul karena mereka harus memberikan jawaban kepada orang tua alek. Konseli sendiri menganggap alek hanya teman biasa karena hubungan kedua orang tua mereka akrab. Konseli sendiri telah mempunyai pacar pilihanya sendiri bernama Yudi yang masih kuliah, sementara itu tanggapan orang tuanya terhadap yudi biasa biasa saja. Dalam pikiran konseli yudi adalah pilihan yang tepat baginya dan konseli mantap dengan yudi karena yudi tife pria yang kreatif, mandiri dan supel.
Orang tuanya lebih mendukung hubungan dengan alek, konseli merasa orang tuanya memaksakan kehendak sehingga menyakiti hatinya dan ia berpikir orang tuanya gila harta… karena kebingungan itu konseli menemui konselor sekolah.
B.     Penanganan
1.      Tahap Awal
Konselor membangun hubungan yang hangat, menyambut kedatangan konseli, berbincang seputar masalah konseli namun sebelumnya mengenalkan peran konselor dalam proses konseling ini. Yang akhirnya konselor mempersilahkan konseli untuk mengungkapkan kegelisahan yang dirasakanya.
2.      Identifikasi Perilaku
Konselor mengajak konseli untuk mengungkapkan  apa yang menjadi kebingunganya, kesulitan yang dihadapinya. Dan didapatlah bahwa konsentrasi belajarnya terganggu, nilai raport menurun, nilai ujian juga anjlok ia takut tidak lulus UN
Konselor menggali informasi lebih dalam dari konseli terkait masalah yang dihadapinya tentang hal hal penting yang mencetus konflik perasaan dan pikiran konseli, orang orang yang terlibat munculnya konflik tersebut ternyata yang membuatnya merasa bingung adalah “desakan orang tuanya yang menjodohkan nya dengan alek, orang tuanya harus memberikan jawaban pada orang tua alek sementara lia tidak mencintai alek, ia hanya menganggap alek sebagai sahabat. Konseli telah mempunyai pacar yaitu yudi. Orang tua konseli lebih menyetujui hubungannya dengan alek karena alek anak orang kaya.
3.      Menilai tingkah laku
Dalam pikiran dan perasaan konseli bahwa orang tuanya gila harta, konseli terganggu dengan situasi ini sehingga nilainya menurun, sedang yudi adalah pilihan tepat menurutnya. Perasaanya di rundung kecemasan, takut dan sakit hati. Setelah meng identifikasi perilaku konseli, konselor memahamkan pada konseli bahwa perilakunya itu tidak efektif.
4.      Tahap pengembangan dan perencanaan tingkah laku
Konselor menjelaskan sumber masalah yang dialami konseli. Konselor mengajak membuat rencana perilaku yang realistic yang kiranya menjadi landasan dalam berperilaku yang lebih baik dan efektif dalam hidupnya
5.      Tahap komitmen
Konselor mengajak konseli untuk membuat perbandingan dengan melihat keuntungan dan kerugian dengan beberapa pilihan yang menjadi kesulitan nya. Pada tahap ini konseli membuat kesepakatan dengan konselor akan berkomitmen untuk melakukan rencana yang telah dibuatnya. Konselor mengarahkan konseli agar bisa membuat keputusan terhadap pilihanya degan pertanyaan
a.       Mungkinkah kamu memilih alek?
b.      Mungkinkah kamu memilih yudi/
c.       Inginkah kamu memilih alek?
d.      Inginkah kamu memilih yudi?
6.      Tahap evaluasi
Pada tahap ini konselor mengevaluasi proses konseling dimana konseli telah memutuskan bahwa konseli akan mengatakan kepada orang tuanya bahwa ia akan tetap memilih yudi dan menenggung segala resikonya
7.      Rencana layanan lanjutan
Setelah menemukan jalan keluar masalah yang dihadapi konseli konselor menutup proses konseling dengan rencangan rancangan
a.       Konseli diminta menegaskan keputusan yang telah diambilnya
b.      Konsselor member semangat pada konseli
c.       Konselor menawarkan bantua apabila kelak timbul permasalahan baru
8.      Evaluasi tindak lanjut
Konselor masih memantau perkembangan yang sudah menjadi pada diri konseli. Hal yang dilakukan adalah mengevaluasi dalam melaksanakan  putusanya
a.       Mengamati perilaku konseli
b.      Memantau perkembangan prestasinya
c.       Bertemu dengan orang tua konseli

5.      PENDEKATAN TRAIT and FACTOR

A.    Deskripsi Kasus
Bingung memilih jenjang pendidikan di perguruan tinggi, (diploma III atai strata I.
Konseli adalah seorang siswa kelas XII di salah satu SMA, ia anak rajin dan pandai. Dalam pembagian raport selalu mendapatkan rangking satu, hari ini dikelas XII mengadakan tes minat dan jurusan untuk masuk ke perguruan tinggi. Dari hasil tes konseli disarankan untuk masuk jurusan elektronik selain itu dia dianjurkan untuk melanjutkan ke jenjang s1. Hal ini sesuai dengan cita citanya pada smp yaitu menjadi sarjana yang ahli dalm bidang elektronik. Untuk itu ia merasa sangat mantap dengan jurusan yang disarankan oleh hasil tes minat dan bakat, akan tetapi, akhir akhir ini heri menjadi resah, cemas, bingung ia tidak konsentrasi dalam belajar dan sering merenung dikelas. Kemudian ia menghadap konselor sekolah untuk membicarakan masalahnya.
Hal yang dihadapinya adalah bingung karena harapanya menjadi sarjana elektronik bertentangan dengan orang tuanya, orang tuanya menyarankan untuk melanjutkan ke DIII saja sehingga ia cepat lulus dan cepat mendapatkan pekerjaan, mengingat factor keuangan orang tuanya yang hanya bekerja sebagai sopir sedangkan ia masih mempunyai adik yang membutuhkan biaya, hal ini juga orang tuanya menuntutnya agar bias membantu membiayai studi adiknya.

B.     Penanganannya
1.      Tahap Awal pembinaan hubungan baik (rapport).
Konselor menerapkan sikap penerimaan, suasana hangat, ramah, akrab dan penuh toleran. Hal ini diciptakan agar untuk membangun kepercayaan dan rasa nyaman konseli terhadap konselor
Konselor memulai perbincangan dan mempersilakan konseli untuk mengungkapkan masalahnya, apa yang membuatnya bingung tentang kesulitan yang dihadapinya yang  akhir akhir ini konseli tampak terlihat bingung, tidak konsentrasi dalam belajar dan suka merenung dikelas. Perasaanya cemas dan resah.
2.      Tahap Konseling
a.       Analisis
Data diri
Cita cita           : Ahli elektro
Bakat Khusus  : elektronik, mesin
Sifat positif     : teliti, tekun tak mudah menyerah
Harapan pribadi          : menjadi sarjana elektronik
Pend. Lanjutan            : S1 Perguruan tinggi negeri/swasta
Data orang tua
Harapan ortu   : cepat bekerja , membantu membiayai adiknya
Pekerjaan ortu : sopir bis
Juml saudara   : tiga
PT saran ortu   : diploma di pt negeri
b.      Sintesis
Penggalian data terkait dengan asal usul masalah tentang data pribadi dan  orang tua.
c.       Diagnosis dan prognosis
Ada pertentangan dengan cita citanya yaitu ia ingin kuliah s1 elektro sementara oran tua mengharapkan ia kuliah d3 saja
d.      Treatment/Konseling
Konselor menjelaskan sumber masalah yang dialami, konselor mengajak untuk membuat perbandingan dengan melihat keuntungan dan kerugian beberapa pilihan dan kesulitanya, konselor memberikan pertanyaan pertanyaan semisal, mungkinkah, inginkah dan bisakah. Yang akhirnya konseli bisa memutuskan pilihanya contoh:
1.      keuntungan dan kerugian kuliah s1
keuntungan
a.       mendapat gelar sarjana sesuai cita cita
b.      jenjang karir lebih baik
kerugianya
a.       tidak ada dukungan orang tua
b.      waktu studi lama
c.       biaya akan lebih besar
2.      keuntungan dan kerugian kuliah d3
keuntungan
a.       waktu kuliah singkat
b.      sesuai keinginan orang tua
kerugianya
a.       tidak sesuai dengan cita cita
b.      tidak menjadi sarjana
3.      pertanyaan alternatif
a.       mungkinkah ?
b.      inginkah ?
c.       bisakah ?
4.      membuat pilihan
a.       mantap dengan pilihan tetap kuliah s1
b.      membicarakan dengan orang tua
c.       mencari beasiswa sambil bekerja
e.       Follow Up
Setelah proses konseling akhirnya dapat ditemukan jalan keluar permasalahannya. Dan konselor dapat menutup proses konseling yang sebelumnya meringkas kembali pembicaraan antara konselor dan konseli. Konselor menegaskan kembali tentang keputusanya. Konselor menawarkan bantuan apabila kelak timbul masalah baru.

3.      Evaluasi
Walaupun permaslahan ini dianggap sudah selesai namun konselor masih mengamati perilaku konseli disekolah. Dan tetap membina hubungan dengan orang tua konseli tentang perkembangan konseli dan member pujian kepada perilaku konseli yang mulai membaik