Berisikan tentang pernak pernik pendidikan bernuansa bimbingan dan konseling, dan mungkin dalam catatan ini nantinya ada kesalahan, kegamanangan pengertian yang disebabkan ketidak tahuan dan dangkalnya pengetahuan. Sebagai catatan karena pengetahuan selalu berkembang dan progresif, materi yang ditulis ini masih banyak mengandung kelemahan. Tak ada gading tak retak, penulis masih mengharapkan masukan saran dan kritik untuk memperbaiki materi yang akan ditulis selanjutnya. semoga bermanfaat.
Senin, 03 Juni 2013
Memahami Esensi Konseling
MEMAHAMI ESENSI KONSELING
Manusia diberi kehidupan yang sebenarnya adalah rahmat namun kadang
dirasakan hidup bagaikan merupakan persoalan yang tak pernah putus dan berhenti
kecuali manusia itu berhenti bernapas, dan ironisnya bahwa pada saat manusia
itu meninggal seolah masih meninggalkan dan menimbulkan persoalan bagi yang
ditinggalkannya.
Persoalan yang dihadapi manusia dari waktu kewaktu, makin lama makin
rumit dan kompleks, baik persoalan yang berhubungan dengan pribadi, keluarga,
pekerjaan dan masalah kehidupan secara umum. Kompleksitas masalah tersebut
kadang dapat mengarahkan sebagaian dari kita mengalami konflik-konflik dan
hambatan dalam memenuhi apa yang kita dambakan. Bahkan ada yang menimbulkan
tekanan yang kadang sangat mengganggu yang menuntut adanya bantuan dari orang
lain untuk dapat memecahkan persoalan-persoalan itu.
Konseling merupakan salah satu upaya untuk membantu mengatasi
persoalan-opersoalan tersebut sekaligus juga sebagai usaha meningkatkan
kesehatan mental.
Kemajuan konseling sejalan dengan kehidupan masyarakat, konseling yang
mulanya hanya satu jenis kini mulai terbagi menjadi bagian-bagian yang amat
spesifik, misalnya konseling sebagai hubungan pemberian bantuan yang
profesional.
Sebagai pekerjaan yang profesional, konseling tentu memiliki fungsi dan
cara kerja yang khas sesuai dengan bidang keilmuannya. Saat ini konseling
merupakan pekerjaan yang sama pentingnya dengan pekerjaan profesional lainya
seperti : kedokteran, kerja sosial, kebidanan dan pendidikan.
KONSEP DASAR KONSELING
Seperti telah
dikemukakan dalam berbagai perpustakaan, konseling merupakan bagian dari
bimbingan, baik sebagai pelayanan maupun sebagai tehnik. Konseling merupakan
inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih berkenaan dengan masalah
individu secara pribadi (mortensen, 1964) sedang konseling merupakan inti dan
alat yang paling penting dalam keseluruhan sistem bimbingan (Ruth strang,
1958).
Mortensen mendefenisikan konseling sebagai suatu proses
antar pribadi, dimana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk
meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.
Jones (1970) menyebutkan bahwa konseling suatu hubungan
profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Selanjutnya
dikatakan bahwa hubungan ini biasanya bersifat individual atau orang
perseorang, meskipun kadang melibatkan lebih dari dua orang, dan dirancang
untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup
hidupnya sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.
Brammer dan Shostrom (1982) menekankan konseling sebagai
suatui perancangan yang lebih rasional, pemecahan, pembuatan keputusan
intensionalitas, pencegahan terhadap munculnya masalah penyesuaian diri, dan
memberi dukungan dalam menghadapi tekanan-tekanan situasional dalam kehidupan
sehari-hari bagi orang-orang normal.
William Ratigan (1967) ia mendeskripsikan pengertian
konseling khususnya konseling pendidikan sebagai berikut :
1.
Konseling adalah usaha untuk membantu seseorang
menolong dirinya sendiri.
2.
Konselor sekolah membantu anak-anak bersama bersama
masalah-masalah mereka, dengan menemukan tempat mereka dalam hidup, dan dengan
pemahaman yang lebih baik terhadap diri mereka sendiri.
3.
Konselor melihat kegiatan belajar siswa berjalan
sejajar dengan kecakapan minatnya. Ia seyogianya mendorong siswa untuk dapat
belajar secara realistik sesuai dengan dirinya.
4.
Konseling membantu anak-anak membuat keputusan sendiri
dan memilih jalurnya sendiri sehingga mereka menemukan kepuasaan dan kesenangan
dalam kehidupan kerja mereka.
5.
Konseling mengakui kebebasan individual untuk membuat
keputusan sendiri dan mengarahkannya. Konseling juga mengakui adanya hambatan
pada individu tertentu dan situasi tertentu, dan konseling hendaknya terampil
dalam membantu membawa pada jalur yang tepat.
6.
Konseling memberi informasi kepada seseorang tentang
dirinya, potensinya, dan kemungkinan-kemungkinan yang memadai bagi potensinya,
dan bagaimana memanfaatkannya pengetahuan tersebut dengan sebaik-baiknya.
7.
Konseling hendaknya melihat pada masa kini dan
membuatnya menjadi orang yang lebih baik dalam jangka panjang pada saat ia
telah tertinggal sendiri untuk membuat pilihan bagi dirinya sendiri. Dengan
kata lain konseling adalah membimbing anak muda (juga yang lebih tua) untuk
memperoleh jalan hidup yang lebih baik dengan berdasar pengalaman masa lalu.
8.
Konselor sekolah membantu siswa membuat pilihan,
mendiskusikan hasil yang mungkin dari pembuatan setiap keputusan, dan mengajar
untuk menerima tanggung jawab terhadap pilihan yang telah dibuatnya.
9.
Konseling adalah suatu pengembangan emosional kedalam
kulit orang lain.
10. Tujuan
konseling adalah pemahaman diri dan pengarahan diri
11. Konseling
bukan percakapan, akan tetapi sebagai suatu komunikasi yang intim, respirasi
percakapan, dan sebagai suatu kontak.
12. Konseling
adalah meletakan suatu pasak persegi dalam libang persegi, dan pasak bulat
dalam lubang bulat.
13. Konseling
memberi kesempatan pada orang lain untuk menyatakan apa yang ia inginkan,
membiarkan ia melegakan hatinya dalam kata-kata yang dapat mengurangi ketegangan
emosional.
14. Konseling
membiarkan siswa mengetahui bahwa ia berharga untuk dirinya sendiri, bahwa ia
mendapat perhatian dan kepedulian.
15. Konseling
adalah suatu telinga yang bersifat simpatik.
16. Konseling
membiarkan orang lain menceritakan dirinya keluar dan kemudian mengembalikan
pada dirinya, eling adalah persahabatan jangka pendek dengan tujuan yang
disadari, dan selama itu konselor dan konsele menunjukan pertambahan dalam
pertumbuhan intelektual, kematangan emosional dan tilikan spriritual.
17. Seorang
konselor adalah seseorang yang tidak pernah bermimpi memberikan nasihat secara
mutlak.
18. Konseling
sering dianalogikan sebagai suatu upaya menghadapi gunung es, sekitar tiga
perempat hambatan (masalah) ada pada bagian dalam. Konselor hendaknya menyadari
bahwa klien tidak menyadari semua itu.
Dalam konseling, hubungan atau pertalian antara konselor
dengan klien memegang peranan penting bagi keberhasilan konseling, hubungan
dalam konseling berbeda dengan hubungan dalam situasi lain. Dalam konseling
terjadi pertemuan antara konselor dan klien melalui serangkaian wawancara,
karakteristik hubungan konseling menurut Shortrom dan bremmer (1960) ditandani
dengan :
1.
Hubungan yang bersifat unik dan umum
Artinya hubungan antara konselor dan klien
dalam konseling mempunyai ciri khas yang membedakan dengan bentuk hubungan lain
keunikanya adalah terletak pada :
a.
Sikap dan perilaku konselor dan klien.
b.
Strukturnya yang terencana dan bersifat terapeutik
c.
Adanya penerimaan terhadap klien secara penuh oleh
konselor.
Sedangkan hal yang bersifat umum adalah terletak dalam
karakteristik hubungan yang juga terdapat dalam berbagai bentuk situasi
hubungan antar manusia seperti kesamaan, keakraban, struktur, interaksi dsb.
2.
Adanya keseimbangan obyektivitas dan subyektivitas
Dalam konseling interaksi antara konselor
dengan klien tidak sepenuhnya bersifat objektif, akan tetapi juga tidak
sepenuhnya subjektif. Hubungan dalam konseling terdapat keseimbangan antara
hal-hal yang bersifat objektif dan yang bersifat subjektif. Sedang
objektivitasnya hubungan ditandai dengan segi objektif. Sedang segi
subjektivitas hubungan ditandai dengan segi kehangatan dan perpaduan psikologis
antara konselor dan klien.
3.
Adanya keseimbangan unsur kognetif dan konatif
Dalam konseling, hubungan antara konselor
dan klien terdapat keseimbangan antara aspek kognetif dan konatif dan atau
afektif. Aspek kognetif menyangkut proses intelektual seperti pemindahan
informasi, pemberian nasehat, atau penafsiran. Sedang aspek konatif atau
afektif mengacu pada aspek ekspresi perasaan dan sikap.
4.
Adanya keseimbangan antara kesamar-samaraan dan
kejelasan
Dalam hubungan yang bersifat membantu,
terdapat keseimbangan antara rangsangan yang bersifat tersamar dan yang jelas.
Dalam situasi tertentu konselor memberikan rangsangan yang bersifat tersamar,
sedangkan dalam situasi lain konselor rangsangan yang jelas.
5.
Adanya keseimbangan tanggung jawab
Dalam hubungan konseling, tanggung jawab
tidsk seluruhnya ada pada konselor tetapi juga tidak seluruhnya ada pada
konseli. Yang terujud adalah keseimbangan tanggung jawab keduanya
PENGERTIAN KONSELING
Konseling biasa kita kenal dengan penyuluhan, yang secara awam sebagai
pemberian penerangan, informasi atau nasehat pada pihak lain. Tetapi disini
bukan pengertian seperti itu yang dimaksud.
Konseling sebagai terjemahan dari “counseling” merupakan dari biombingan,
baik sebagai layanan maupun sebagai tehnik “ layanan konseling adalah jantung
hati layanan bimbingan secara keseluruhan” dapat dikatakan pula dengan “
konseling merupakan inti alat yang paling penting dalam bimbingan”
Dalam hal ini konseling salah satu cabang ilmu dan praktik memberikan
bantuan pada individu yang pada dasarnya
memiliki pengertian yang spesifik sejalan dengan konsep yang dikembangkan dalam
lingkup ilmu dan profesinya.
Disiplin ilmu yang mempunyai kedekatan dengan konseling adalah psikologi,
bahkan secara kghusuis dapat dikatakan bahwa konseling merupakan aplikasi dari
psikologi, terutama dilihat dari segi tujuan, teori yang digunakan dan proses
penyelenggaraannya.
Untuk dapat mengerti lebih jauh tentang konseling ada baiknya kita
memahami pengertian-pengertian menurut ahli sebagai berikut :
Pietrofesa (1978) mengemukakan bahwa konseling adalah proses yang
melibatkan seseorang profesional
berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman dirinya (self
understanding), membuat keputusan dan pemecahan masalah.
Penyuluhan adalah hubungan timbal
balik antara konselor dengan konsele, dalam memecahkan masalah-masalah tertentu
dengan wawancara yang dilakukan secara face to face atau dengan cara-cara yang
sesuai dengan keadaan klien, sehingga klien sanggup mengemukakan isi hatinya
secara bebas, yang bertujuan agar klien dapat mengenal dirinya sendiri,
menerima dirinya dan mengeterapkan diri dalam proses penyesuaian dengan
lingkungannya membuat keputusan, pemilihan dan rancana yang bijaksana serta
dapat berkembang dan berperan secara optimal dalam lingkungannya.
Rochman Natawidjaya (1987) mendefenisikan Konseling merupakan satu jenis
layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan
sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang
(konselor) merusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian
tentang dirinya dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada
waktu yang akan datang.
Moh. Surya (1988) Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada
konseli supaya ia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri, untuk
dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan
datang. Dalam pembentukan konsep yang sewajarnya mengenai dirinya sendiri,
orang lain, pendapat orang lain tentang dirinya, tujuan-tujuan yang hendak
dicapai dan kepercayaan
Prayitni (1983) Konseling adalah pertemuan empat mata antara klien dan
konselor yang berisi usaha yang laras, unuk dan manusiawi, yang dilakukan dalam
suasana keahlian yang didasarkan norma-norma yang berlaku.
Kesimpulan dari uraian pengertian diaatas konseling merupakan suatu upaya
bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka antara konselor dengan
klien yang berisi usaha yang laras, unik, manusiawi, yang dilakukan dalam
suasana keahlian yang didasarkan norma-norma yang berlaku, agar klien
memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah
lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang.
HAL2 YANG DITEKANKAN
DALAM KONSELING
1.
Konseling sebagai proses
Konseling sebagai proses berarti, konseling tidak dapat dilakukan sesaat,
proses berarti ada waktu tertentu yang diperlukan dalam hubungan konseling dan
dalam penyelesaian yang dialami klien. Dalam beberapa hal konseling tidak hanya
dilakukan sekali pertemuan. Untuk membantu klien yang memiliki masalah cukup
berat dan komplek, konseling dapat dilakukan beberapa kali pertemuan secara
berkelanjutan.
2.
Konseling sebagai hubungan spesifik
Hubungan antara konselor dengan klien merupakan unsur penting dalam
konseling. Hubungan yang dibangun konselor selama proses konseling dapat
meningkatkan keberhasilan konseling dan dapat pula membuat konseling gagal.
Dalam kehidupan sebenarnya “hubungan” satu dengan yang lain itu selalu ada. Ada hubungan guru dengan
murid, hubungan dokter dengan pasien, hubungan orang tua dan anakny, dan dalam
konseling hubungan konselor dengan beberapa klien. Namun hubungan konseling
harus dibangun secara spesifik berbeda dengan pola hubungan sosial biasa,
karena konseling membutuhkan hubungan yang diantaranya perlu adanya
keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat dan empati.
3.
Konseling adalah membantu klien
Hubungan dalam konseling itu bersifat membantu (helping) hubungan
membantu beda dengan memberi (giving) atyau mengambil alih pekerjaan orang lain.
Membantu tetap memberi kepercayaan kepada klien untuk bertanggung jawab dan
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hubungan konseling tidak bermaksud
mengalihkan pekerjaan klien pada konselor, tetapi memotivasi klien untuk lebih
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri menghadapi masalahnya.
4.
Konseling untuk mencapai tujuan
Konseling diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri,
proses belajar dari perilaku tidak adaptif menjadi adaptifbelajar melakukan
pemahaman yang lebih luas tentang dirinya yang tidak hanya membuat know about
tetapi juga belajar how to sejalan dengan kualitas dan kapasitasnya. Tujuan
akhir konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan hidupnya( aktualisasi
didinya)
PERKEMBANGAN KONSELING DI INDONESIA
Perkembangan Konseling di Indonesia relatif baru, mula-mula lahirnya
Konseling dikembangkan disekolah-sekolah, utamanya di sekolah menengah. Karena
kemajuan masyarakat Indonesia
yang akhir-akhir ini mulai baik, akhirnya Konseling juga diterapkan di
pusat-pusat rehabilitasi social dan lembaga-lembaga social dan industri.
Pekerjaan di bidang Konseling ini di Indonesia mulai menunjukkan
perkembangannya, walaupun tidak dapat dibandingkan dengan negara2 maju. Dan
karena masih baru, pekerjaan ini masih belum banyak dirasakan kebutuhannya atau tidak menjadi
prioritas dalam menghadapi persoalan kehidupan social, walaupun sebenarnya
banyak orang yang memerlukan layanan
konseling.
Di negara2 maju, layanan konseling sudah mulai meluas, selain telah
menjadi bagian dalam penyelenggraraan sistem pendidikan (sekolah). Konseling
juga dilembagakan di berbagai Instansi, seperti perusahaan, instansi social,
rumah sakit dan lembaga koreksional. Jika apa yang terjadi di Amerika itu
merupakan gambaran kebutuhan layanan konseling di Indonesia yang akan dating,
maka nantinya layanan ini akan menjadi bagian yang cukup penting bagi upaya
peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia yang akan dating.
Saat ini kemajuan dan kebutuhan akan layanan konseling telah ditopang
dengan banyaknya lembaga2 pendidikan yang mendidik tenaga2 konselor
professional. Dalam waktu yang relatife singkat dimungkinkan kesadaran
masyarakat terhadap perlunya layanan
konseling akan meningkat.
Seiring dengan kemajuan dalam pelayanan terhadap kebutuhan individu,
keluarga dan masyarakat di berbagai institusi, kini konseling telah dicoba
dikembangkan secara luas, baik melalui dunia pendidikan, riset, maupun praktek
dilapangan. Konseling kini mulai berkembang dimasyarakat selain konseling
pendidikan yang telah meluas diterapkan dilembaga2 pendidikan, juga berklembang
konseling jabatan (di industri), konseling untuk reproduksi, konseling bidang
kesehatan, konseling keluarga untuk kesiapan purna tugas dan sebagainya. Dengan
demikian konseling ini menjadi usaha pemecahan masalah yang mulai dirasakan
manfaatnya dan perkembangannya menunjukan tanggapan positif dari masyarakat.
ASUMSI DASAR KONSELING
- Dalam koseling klien tidak dianggap sebagai seorang yang sakit mental, tetapi dipandang memiliki kemampuan untuk memilih tujuan, membuat keputusan dan secara umum menerima tanggung jawab dari tingkah lakunya dan perkembangannya dikemudian hari
- Konseling berpokus pada saat ini dan masa depan, tidak berpokus pada pengalaman masa lalu.
- Klien adalah klien, bukan pasien. Konselor bukan pigur yang memiliki otoritas tetapi secara esensial sebagai guru dasn fatner klien sebagaimana mereka bergerak secara mutual adalam mendefenisikan tujuan.
- Konselor secara moral tidak netral, tetapi memiliki nilai perasaan yang standar untuk dirinya. Konselor tidak seharusnya menjauhkan nilai, perasaan dan standar itu dari klien, dia tidak mencoba menyembunyikan pada klien
- Konselor mempokuskan pada perubahan tingkah laku dan bukan membuat klien menjadi sadar.
TUJUAN KONSELING
Berangkat dari pandangan rogers
tentang kepribadian, ia menaruh perhatian pada keadaan psikologis yang sehat,
yang dapat menyesuaikan secara psikologis yang sehat, dari pandangan itu dapat
dikemukakan bahwa keadaan yang kongkruensi pada seseorang merupakan titik
perhatiaan dalam pendekatan konseling berpusat pada person ini. Artinya bahwa
proses konseling diharapkan dapat membantu
klien dalam menemukan konsep dirinya sesuai dengan medan fenomenalnya, dia tidak lagi menolak
atau mendistorsi pengalaman-pengalamanya sebagai mana adanya
Secara ideal tujuan konseling berpusat pada person tidak terbatas oleh
tercapainya oleh pribadi yang kongruensi saja. Bagi rogers tujuan konseling
pada dasarnya sama dengan tujuan kehidupan ini, yaitu yang disebut dengan fully
functioning person, yaitu pribadi yang berfungsi sepenuhnya. Roger beranggapan
bahwa fully functioning person kurang lebih memiliki kesamaan dengan self
actualization, meski memiliki sedikit perbedaan. Fully functioning person
merupakan hasil dari proses dan karena itu lebih bersifat becoming, sedangkan
aktualisasi ditri sebagaimana yang dikemukakan maaslow lebih merupakan keadaan
akhir dari kematangan mental dan emosional, karena itu merupakan self-being.
Sahakian (1976) merinci Fully functioning person secara mendetail sebagai
berikut :
1.
Dia akan terbuka terhadap pengalamanya dan keluar untuk
kebiasaan defensif.
2.
Karena itu seluruh pengalamanya akan dapat disadari
sebagai sebuah kenyataan.
3.
Seluruh yang disimbolisasi atau yang dinyatakan secara
verbal maupun dalam tindakan adalah
akurat yang sebenarnya sebagai mana pengalaman itu terjadi.
4.
Struktur selfnya akan konruensi dengan pengalamannya.
5.
Struktur selfnya akan mampu berubah secara flekssibel
sejalan dengan pengalaman baru.
6.
Pengalaman selpnya akan dijadikan sebagai pusat
evaluasi.
7.
Dia akan memiliki pengalaman self-regard.
8.
Dia akan berperilaku secara kreatif untuk beradaptasi
terhadap pristiwa-pristiwa yang baru.
9.
Dia akan menemukan nilai organismenya terpercaya
mangarah pada perilaku yang sangat memuaskan, karena :
- Seluruh pengalaman akan dapat disadari.
- Tidak ada pengalaman yang didistorsi atau ditolak dan
- Akibat perilakunya juga akan disadari.
10.
Dia akan dapat hidup dengan orang lain dalam keadaan
sangat memungkinkan untuk harmonis, sebab dia tetap menghargai secara positif
karakter timbal-balik.
Secara singkat tujuan konseling ini mencakup, terbuka
terhadap pengalaman, adanya kepercayaan terhadap organismenya sendiri,
kehidupan eksestensial yaitu sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan, perasaan
bebas dan kreatif.
masalah dengan penanganan 5 pendekatan
1.
PENDEKATAN PSIKOANALISIS
Pada suatu
ketika, Wagiman berjalan-jalan disekitar lingkungan sekolah. Tiba-tiba, ia
melihat pacarnya sedang berduaan dengan lelaki lain. Melihat kejadian itu, ia
langsung murka. Tidak sengaja, ia melihat sebuah botol didekat kakinya. Dengan
refleknya, ia menyambar botol dan langsung dilempar kearah lelaki yang sedang
berduaan dengan pacarnya. Lemparan yang tiba-tiba itu membuat lelaki tersebut
jatuh tak sadarkan diri. Setelah kejadian itu, diketahui bahwa Wagiman sering
sekali melempar benda-benda disekitarnya saat merasa marah. Selain itu, tidak
hanya saat marah, Wagiman juga seperti itu saat ia melihat orang-orang asing.
Ia selalu mudah curiga terhadap orang-orang tak dikenal yang berlalu lalang didepan
kosnya. Tidak segan ia melempar orang yang dianggap berbahaya tanpa melihat
terlebih dahulu.
Sejak
kecil, Wagiman sering kali mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan oleh
teman-temannya. Teman-temannya sering mengejek dengan sangat menyakitkan karena
kebetulan Wagiman berasal dari keluarga yang pas-pasan. Awalnya Wagiman bisa
bersabar. Ia tetap bisa berkepala dingin saat menghadapi teman-temannya. Namun
akhirnya, ejekan yang bertubi-tubi itu bisa membuat Wagiman lepas kendali. Ia
memukuli orang yang mengejeknya hingga tak sadarkan diri. Setelah kejadian itu,
tidak ada lagi orang-orang yang berani mengganggunya.
Wagiman
juga pernah mengalami kejadian yang tak mengenakkan lainnya. Suatu hari, ada
dua orang lelaki yang sedang jongkok disamping rumahnya. Kehadiran mereka tidak
diperdulikan oleh Wagiman. Keesokan harinya, dua orang lelaki tersebut kembali
terlihat sedang mondar-mandir didekat rumahnya. Pada hari berikutnya saat
pulang sekolah, ia sangat terkejut. Sesampai dirumah, ia melihat ibunya terkulai
bersimbah darah. Ternyata dirumahnya telah terjadi perampokan. Setelah kejadian
itu, ia mudah sekali curiga pada orang asing yang sering berlalu lalang didekat
tempat tinggalnya.
Asumsi
perilaku bermasalah
1. Dinamika yang tidak efektif antar
id, ego dan super ego
2. Adanya Kecemasan
3. Proses belajar yang tidak benar pada
masa lampau.
Analisis Kasus
1. Setiap tahap perkembangan individu
rawan terhadap suasana frustasi, konflik dan rasa tertekan.
2. Mekanisme pertahanan diri :
menggunakan ego untuk menghadapi masalah sehingga berperilaku tidak disadari.
3. Perilaku yang ditampilkan disebabkan
oleh kekacauan dalam berfungsinya totalitas individu:
a. Dinamika yang tak efektif
antara id ego dan super ego
b. Proses belajar yang didapat tidak
benar pada masa lampau
4. Neurosis: yaitu mengacu pada
kekacauan pribadi ringan yang disebabkan oleh konflik antara dua drive dan
disertai pula dengan perilaku yang tidak rasional. Keadaan ini dapat
dikembalikan kepada perkembangan awal, bagaimana individu mengaktualisasikan
mekanisme pertahanan dirinya untuk mengatasi ketegangan dirinya. Keadaan
neurosis sangat menguras energy sehingga individu tidak mampu lagi menghadapi
kenyataan
Tujuan
1. Membuat
hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari.
2. Merekontruksi
kepribadian dasar.
3. Menghidupkan
kembali pengalaman pengalaman masa kanak-kanak dini dengan menembus
konflik-konflik yang direpresi.
4. Membawa
kepada kesadaran menekan dorongan dorongan ketidak sadaran yang mengakibatkan
kecemasan
5. Kesadaran
intelektual
6. Memberikan
kesempatan pada individu menghadapi situasi yang selama ini ia gagal
mengatasinya
Peran
Konselor
1. Membantu
klien dalam mencapai kesadaran diri, Ketulusan diri, ketulusan hati, dan
hubungan pribadi yang lebih efektif dalam mengatasi kecemasan melalui cara-cara
yang realistis.
2. Konselor
membangun hubungan kerjasama dengan klien dan kemudian melakukan
3. serangkaian
kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
4. Konselor
memberikan perhatian kepada resistensi klien.
5. Fungsinya
adalah mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam
ketidaksadaran
Tehnik
1. Membangun
suasana bebas tekanan. Dalam suasana ini konseli menelusuri apa yang tepat dan
tidak tepat pada dirinya/tingkah lakunya dan mengarahkan diri untuk
merekonstruksi perilaku yang baru
2. Tehnik
dasar:
a. Asosiasi
Bebas: memberikan kesempatan seluas luasnya kepada konseli untuk
menemukan/mengungkapkan apa yang terasa, terpikirkan, teringatkan dan ada pada
dirinya.
b. Transferensi:
mengarahkan perasaan perasaanya yang tertekan kepada konselor dengan
mengandaikan konselor adalah subjek yang menyebabkan perasaanya tertekan.
c. Interpretatasi:
membawa konseli memahami dan menghadapi dunia nyata, melalui pemikiran yang
obyektif untuk memperkuat fungsi ego.
2.
PENDEKATAN BEHAVIOR
A.
Deskripsi Kasus
Konseli
adalah salah seorang siswa SMP kelas VIII. SMP sekolahnya tahun ajaran ini
mengadakan pemilihan ketua OSIS. Disekolahnya konseli merupakan siswa yang
pandai, kreatif dan tekun dan disukai dalam pergaulan oleh temanya. Dalam
kesempatan ini teman temanya mencalonkan konseli sebagai ketua OSIS, batinya
konseli juga berkeinginan untuk mencalonkan diri sebagai ketua OSIS. Akan tetapi konseli menolak dukungan teman
temanya karena ia merasa minder, tidak pantas , tidak cocok seandainya ia
menjadi ketua OSIS.
Ketakutan
ini muncul karena baginya menjadi ketua OSIS berarti ia akan banyak berbicara didepan orang orang.
Hal inilah yang menyebabkan konseli mengurungkan niatnya. Ketakutanya muncul
ketika ia harus berbicara dihadapan orang banyak karena ia pernah mempunyai
pengalaman yag tidak menyenangkan pada masa lalu. Pada kelas IV sd ia
terpeleset ketika berjalan diatas panggung dalam pentas drama disekolah. Teman
temanya menertawakan dan bersorak sorak mengejeknya. Ketika kela V sd ia
mewakili sekolah dalam lomba menyanyi, ia salah dalam pengucapan syair lagu sehingga para peserta tertawa,
bahkan guru pendampingpun ikut tertawa,…
Akhir
akhir ini ia merasa gelisah, takut selalu berdebar debar karena kondisi ini ia
pun dating ke konselor.
B.
Penanganan
1.
Tahap
awal.
Terlebih
dahulu dilakukan pembinaan hubungan yang hangat dengan konseli (rapport).
”menyambut kedatangan konseli, memberikan penjelasan tentang peran konselor
terhadap konseli untuk menumbuhkan
kepercayaan konseli, membicarakan tentang tujuan konseling, setelah konseli
memahami tujuan konseling konselor mengajak konseli untuk mengeksplorasi
masalahnya” .
Pada tahap ini raport sudah terbina hubungan yang baik
dengan konseli, pelaksanaan, kontrak waktu
dan kesepakatan akan tujuan konseling yang ingin dicapai dalam proses
konseling berjalan dengan lancar. Sedang untuk tahap identifikasi kasus yaitu
konselor mengetahui masalah yang dialami konseli secara umum dapat digali pada
tahap berikutnya.
2.
Tahap
Assesment.
Konselor mengajak konseli untuk mengungkapkan apa yang
menjadi kebingungan, kesulitan, atau masalah yang dialaminya.
Konseli adalah anak yang berwibawa dikalangan teman teman
di sekolahnya, ia kreatif, pandai dan tekun itulah alasan teman nya untuk
mencalonkanya sebagai ketua OSIS. Konseli
merasa takut dan gelisah, ia ingin menolak pencalonan itu karena ia merasa
dirinya tidak pantas dan tidak cocok, tetapi ia juga tidak berani menerima
reaksi dari temanya yang antusias mencalonkan dirinya.
Konselor menggali informasi lebih dalam lagi, data yang
digali terkait dengan kejadian masa sekarang , pengalaman pengalaman negatif yang
pernah dialaminya pada masa lalu, perasaan perasaan sekarang, perasaan perasaan
yang tidak menyenagkan pada maasa lalu, apa yang dipikirkan pada saat sekarang,
apa yang dipikirkan pada masa lalu ketika mengalami kejadian yang tidak
menyenangkan dengan analisis A (antacedent) ® B (behavior) ® C (consequence) :
a. Pengalaman saat ini
Antaseden (A) dicalonkan sebagai ketua OSIS oleh teman
temanya.
Behavior (B)
datang untuk meminta bantuan konselor.
Respon kognitif ”
menganggap diri tidak pantas, tidak cocok untuk ketua OSIS”
Respon afektif ” gelisah, takut dan kaget untuk mengemban
tugas sebagai ketua OSIS
Conseuensi (C) merasa lega setelah bertemu konselor dan
mendapat jalan keluar untuk masalah yang dihadapinya.
b. Pengalaman masa lalu
Antaseden (A) terpeleset saat berjalan diatas panggung
pada acara drama sekolah, temanya menertawakan dan mengejeknya.
Behavior (B)
Lari pulang dan menangis
Respon kognitif ”
menganggap diri bodoh, dan dipermalukan teman temanya”
Respon afektif ” jantung berdebar dan malu
Consequen (C) cepat pulang kerumah agar lebih tenang dan
aman karena menjauhi panggung.
c. Pengalaman masa lalu
Antaseden (A) mewakili sekolah dalam lomba nyanyi, ia
salah mengucapkan syair, sehingga para peserta tertawa dan guru pendamping pun
ikut tertawa..
Behavior (B)
tetap melanjutkan lagunya walau pikiran berkecamuk, badan
keringat dingin
Respon kognitif ” guruku
dan peserta lomba jahat, cukup kali ini mewakili sekolah”
Respon afektif ” malu, grogi dan kecewa
Consequen (C) ingin cepat selesai dan turun dari
panggung..
Dari tahap assesment dapat disimpulkan untuk mengetahui
faktor dan akibat dari keresahan, kebingungan masalah yang dialaminya.
3.
Goal Setting
Untuk
membentuk perilaku yang diharapkan (target behavior), konselor dan klien
bersama-sama menentukan arah tujuan konseling. Konselor menjelaskan sumber
masalah yang dialami konseli, bahwa pengalaman masa lalunya mempengaruhi proses
belajar sekarang.
Konselor
mengajak konseli untuk berperilaku baru yang lebih realistic dengan menggali
pengalaman pengalaman yang positif dimasa lalu, pengalaman positif inilah yang
dijadikan patokan konseli untuk memiliki kognisi yang baru dan merencanakan
tindakan konkret yang lebih baik.
4.
Tahap
Implementasi Teknik.
Tehnik
yang digunakan adalah Aversion Therapy tehnik ini bertujuan untuk menghukum
perilaku negative dan memperkuat perilaku positif yaitu :
Proses
belajar yang telah berlangsung dimasa lalu konselor menjelaskan pada konseli
bahwa perasaan takut, gelisah, kaget, merasa diri tidak cocok/pantas menjadi
ketua osis merupakan akibat pengalaman traumatis yang terjadi masa lalu yaitu
ketika beberapa kali dipermalukan didepan umum. Peristiwa tersebut membuat
perasaanya selalu takut, cemas dan merasa tidak mampu.
Pengalaman
positif masa lalu yaitu
1.
ketika konseli ikut lomba nyanyi juara I
banyak orang tua temannya, guru yang memberikan pujian
2.
pernah menyanyi di acara ulang tahun
temanya, teman temanya bertepuk tangan dan terkagum kagum dengan suaranya yang
merdu.
Konselor mengajak melihat kembali
pengalaman positif yang dialaminya pada masa lalu tersebut dan melanjutkan
member pemahaman baru bahwa :
1.
menjadi pemimpin tidak selalu tampil
didepan umum
2.
tidak semua guru dan temanya jahat
3.
setiap orang berkemampuan menjadi
pemimpin
4.
setiap pemimpin tidak luput dari
kesalahan
5.
Evaluasi.
Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan konseli
dalam melaksanakan rencana tindakan yaitu
1. Konseli tetap menerima pencalonan dirinya sebagai ketua
osis.
2. Konseli meyakinkan diri bahwa dirinya bisa menjadi
seorang pemimpin
3. Dan konseli siap menerima apabila terpilih menjadi ketua
osis.
Kesimpulan dari tahap evaluasi adalah mengevaluasi pelaksanaan dari kontrak perilaku yang telah disepakati.
Konselor memberikan dorongan kepada konseli
agar tetap konsisten melakukan rencana tindakannya.
6.
Follow
Up.
Setelah proses konseling, konseli telah menemukan jalan
keluar permasalahananya, dengan demikian dapat ditutup proses konseling dengan
catatan catatan;
1. Meringkas pembeicaraan dari awal
2. Meminta konseli untuk menegaskan keputusanya
3. Memberikan dorongan semangat pada konseli.
4. Konselor menawarkan bantuan jika kelak timbul
permasalahan baru.
Meskipun konseling telah berakhir, konselor masih
memantau perkembangan yang terjadi pada konseli untuk menindak lanjuti
keberhasilan konseli dalam menjalankan alaternatif putusan yang disepakatinya.
3.
PENDEKATAN EKSISTENSIAL HUMANISTIK
A.
Deskripsi
Masalah
Kurang percaya diri
Konseli adalah siswa kelas III SMP,
prestasi belajarnya termasauk rata rata secara keseluruhan kondisi fisik cukup
proporsional, tidak memiliki cacat, hanya warna kulit yang hitam. Karena
keadaan warna kulit yang hitam inilah konseli sering diejek teman temanya
dengan julukan lutung. Sebenarnya ia merasa tidak nyaman dengan sebutan ini
tetapi ia tidak memiliki kesanggupan untuk melawan ejekan temanya itu. Dia hanya bias menekan perasaan dan
kekecewaan yang berujung pada kerontokan rasa percaya diri dan harga diri,
akibatnya dikelas cenderung menjadi pendiam. Dia sering ragu ragu dalam
bertindak dan cenderung menarik diri dari pergaulan.
Saat ini ia tinggal bersama kedua
orang tuanya dan adik yang masih kecil duduk di bangku SD, orang tuanya adalah
petani dengan kondisi ekonomi yang sederhana.
B.
Penanganan
a. Tahap awal
Konselor
membangun hubungan hangat, menyembut kedatangan konseli dan berbincang bincang
dengan konseli yang tanpa disadarinya konselor mengeksplorasi masalahnya tanpa
diminta.
b. Diagnosis
Pada
tahap ini konslor mendiagnosis masalah yang dihadapi oleh konseli, ia merasa
warna kulitnya terlalu gelap beda dengan teman temannya. Dari hasil diagnosis
menjelaskan bahwa konseli kurang percaya diri sehingga ia tidak nyaman dengan
keadaanya, ia merasa kecewa dan menjadi pendiam dan menarik diri dari
pergaulanya.
c. Tahap konseling
Konselor
memberikan arahan bahwa apa yang dipikirkanya tentang warna kulit dan ketidak
percayaan dirinya. Konselor konfrontasi kepada konseli bahwa segala perasaan negative
yang dirasakanya tentang warna kulit dan ejekan lutung itu tidak benar sampai
konseli mulai sadar dan merubah pandanganya terhadap masalahnya. Konselor juga
memberikan motivasi bahwa konseli dapat memaksimalkan potensi lain seperti
kondisi fisik yang bagus. Dan inilah kenyataan yang harus konseli hadapi, oleh
konselor apakah hanya dengan warna kulit yang hitam kamu merelakan hari harimu
dirundung ketidak percayaan diri dan menenggelamkan kecerian dirimu.
Setelah
beberapa kali pertemuan, konseli menghadap konselor hanya untuk menyampaikan
rasa terima kasih bahwa ia saat ini merasa lebih baik dan lebi percaya diri
dihadapan teman temanya.
4.
PENDEKATAN REALITA
A.
Deskripsi
Masalah
Bingung menentukan pilihan
pacar/jodoh
Konseli adalah seorang siswi kelas
XII SMA, ia adalah anak semata wayang berasal dari keluarga menengah, ayahnya
bekerja sebagai pedagang sayur. Akhir akhir ini konsentrasi belajarnya agak
terganggu. Sudah berapa kali nilai ulangannya turun. Hal ini membuatnya cemas
kalau kalau nilai raportnya jelek apalagi kalau nantu tidak lulus Ujian
Nasional (UN)
Prestasinya menurun akibat oleh
perasaanya bingung dan tertekan atas desakan orang tuanya yang menjodohkanya
dengan Alek. Alek adalah anak orang kaya teman orang tuanya, alek belum bekerja
dan ia anak manja. Desakan orang tua muncul karena mereka harus memberikan
jawaban kepada orang tua alek. Konseli sendiri menganggap alek hanya teman
biasa karena hubungan kedua orang tua mereka akrab. Konseli sendiri telah
mempunyai pacar pilihanya sendiri bernama Yudi yang masih kuliah, sementara itu
tanggapan orang tuanya terhadap yudi biasa biasa saja. Dalam pikiran konseli
yudi adalah pilihan yang tepat baginya dan konseli mantap dengan yudi karena
yudi tife pria yang kreatif, mandiri dan supel.
Orang tuanya lebih mendukung
hubungan dengan alek, konseli merasa orang tuanya memaksakan kehendak sehingga
menyakiti hatinya dan ia berpikir orang tuanya gila harta… karena kebingungan
itu konseli menemui konselor sekolah.
B.
Penanganan
1. Tahap Awal
Konselor
membangun hubungan yang hangat, menyambut kedatangan konseli, berbincang
seputar masalah konseli namun sebelumnya mengenalkan peran konselor dalam
proses konseling ini. Yang akhirnya konselor mempersilahkan konseli untuk
mengungkapkan kegelisahan yang dirasakanya.
2. Identifikasi Perilaku
Konselor
mengajak konseli untuk mengungkapkan apa
yang menjadi kebingunganya, kesulitan yang dihadapinya. Dan didapatlah bahwa
konsentrasi belajarnya terganggu, nilai raport menurun, nilai ujian juga anjlok
ia takut tidak lulus UN
Konselor
menggali informasi lebih dalam dari konseli terkait masalah yang dihadapinya
tentang hal hal penting yang mencetus konflik perasaan dan pikiran konseli,
orang orang yang terlibat munculnya konflik tersebut ternyata yang membuatnya
merasa bingung adalah “desakan orang tuanya yang menjodohkan nya dengan alek,
orang tuanya harus memberikan jawaban pada orang tua alek sementara lia tidak
mencintai alek, ia hanya menganggap alek sebagai sahabat. Konseli telah
mempunyai pacar yaitu yudi. Orang tua konseli lebih menyetujui hubungannya
dengan alek karena alek anak orang kaya.
3. Menilai tingkah laku
Dalam
pikiran dan perasaan konseli bahwa orang tuanya gila harta, konseli terganggu
dengan situasi ini sehingga nilainya menurun, sedang yudi adalah pilihan tepat
menurutnya. Perasaanya di rundung kecemasan, takut dan sakit hati. Setelah meng
identifikasi perilaku konseli, konselor memahamkan pada konseli bahwa
perilakunya itu tidak efektif.
4. Tahap pengembangan dan perencanaan
tingkah laku
Konselor
menjelaskan sumber masalah yang dialami konseli. Konselor mengajak membuat
rencana perilaku yang realistic yang kiranya menjadi landasan dalam berperilaku
yang lebih baik dan efektif dalam hidupnya
5. Tahap komitmen
Konselor mengajak konseli untuk
membuat perbandingan dengan melihat keuntungan dan kerugian dengan beberapa
pilihan yang menjadi kesulitan nya. Pada tahap ini konseli membuat kesepakatan
dengan konselor akan berkomitmen untuk melakukan rencana yang telah dibuatnya.
Konselor mengarahkan konseli agar bisa membuat keputusan terhadap pilihanya
degan pertanyaan
a. Mungkinkah
kamu memilih alek?
b. Mungkinkah
kamu memilih yudi/
c. Inginkah
kamu memilih alek?
d. Inginkah
kamu memilih yudi?
6. Tahap evaluasi
Pada
tahap ini konselor mengevaluasi proses konseling dimana konseli telah memutuskan
bahwa konseli akan mengatakan kepada orang tuanya bahwa ia akan tetap memilih
yudi dan menenggung segala resikonya
7. Rencana layanan lanjutan
Setelah
menemukan jalan keluar masalah yang dihadapi konseli konselor menutup proses
konseling dengan rencangan rancangan
a. Konseli diminta menegaskan keputusan
yang telah diambilnya
b. Konsselor member semangat pada
konseli
c. Konselor menawarkan bantua apabila
kelak timbul permasalahan baru
8. Evaluasi tindak lanjut
Konselor
masih memantau perkembangan yang sudah menjadi pada diri konseli. Hal yang
dilakukan adalah mengevaluasi dalam melaksanakan putusanya
a. Mengamati perilaku konseli
b. Memantau perkembangan prestasinya
c. Bertemu dengan orang tua konseli
5.
PENDEKATAN TRAIT and FACTOR
A.
Deskripsi
Kasus
Bingung memilih jenjang pendidikan
di perguruan tinggi, (diploma III atai strata I.
Konseli adalah seorang siswa kelas
XII di salah satu SMA, ia anak rajin dan pandai. Dalam pembagian raport selalu
mendapatkan rangking satu, hari ini dikelas XII mengadakan tes minat dan jurusan
untuk masuk ke perguruan tinggi. Dari hasil tes konseli disarankan untuk masuk
jurusan elektronik selain itu dia dianjurkan untuk melanjutkan ke jenjang s1.
Hal ini sesuai dengan cita citanya pada smp yaitu menjadi sarjana yang ahli
dalm bidang elektronik. Untuk itu ia merasa sangat mantap dengan jurusan yang
disarankan oleh hasil tes minat dan bakat, akan tetapi, akhir akhir ini heri
menjadi resah, cemas, bingung ia tidak konsentrasi dalam belajar dan sering
merenung dikelas. Kemudian ia menghadap konselor sekolah untuk membicarakan
masalahnya.
Hal yang dihadapinya adalah bingung
karena harapanya menjadi sarjana elektronik bertentangan dengan orang tuanya,
orang tuanya menyarankan untuk melanjutkan ke DIII saja sehingga ia cepat lulus
dan cepat mendapatkan pekerjaan, mengingat factor keuangan orang tuanya yang
hanya bekerja sebagai sopir sedangkan ia masih mempunyai adik yang membutuhkan
biaya, hal ini juga orang tuanya menuntutnya agar bias membantu membiayai studi
adiknya.
B.
Penanganannya
1. Tahap Awal pembinaan hubungan baik (rapport).
Konselor menerapkan sikap penerimaan, suasana hangat,
ramah, akrab dan penuh toleran. Hal
ini diciptakan agar untuk membangun kepercayaan dan rasa nyaman konseli
terhadap konselor
Konselor memulai perbincangan dan mempersilakan konseli
untuk mengungkapkan masalahnya, apa yang membuatnya bingung tentang kesulitan
yang dihadapinya yang akhir akhir ini
konseli tampak terlihat bingung, tidak konsentrasi dalam belajar dan suka
merenung dikelas. Perasaanya cemas dan resah.
2. Tahap Konseling
a. Analisis
Data diri
Cita
cita : Ahli elektro
Bakat
Khusus : elektronik, mesin
Sifat
positif : teliti, tekun tak mudah
menyerah
Harapan
pribadi : menjadi sarjana
elektronik
Pend.
Lanjutan : S1 Perguruan tinggi
negeri/swasta
Data orang tua
Harapan
ortu : cepat bekerja , membantu
membiayai adiknya
Pekerjaan
ortu : sopir bis
Juml
saudara : tiga
PT
saran ortu : diploma di pt negeri
b. Sintesis
Penggalian
data terkait dengan asal usul masalah tentang data pribadi dan orang tua.
c. Diagnosis dan prognosis
Ada
pertentangan dengan cita citanya yaitu ia ingin kuliah s1 elektro sementara
oran tua mengharapkan ia kuliah d3 saja
d. Treatment/Konseling
Konselor
menjelaskan sumber masalah yang dialami, konselor mengajak untuk membuat
perbandingan dengan melihat keuntungan dan kerugian beberapa pilihan dan
kesulitanya, konselor memberikan pertanyaan pertanyaan semisal, mungkinkah,
inginkah dan bisakah. Yang akhirnya konseli bisa memutuskan pilihanya contoh:
1. keuntungan dan kerugian kuliah s1
keuntungan
a. mendapat gelar sarjana sesuai cita cita
b. jenjang karir lebih baik
kerugianya
a. tidak
ada dukungan orang tua
b. waktu
studi lama
c. biaya
akan lebih besar
2. keuntungan dan kerugian kuliah d3
keuntungan
a. waktu kuliah singkat
b. sesuai keinginan orang tua
kerugianya
a. tidak
sesuai dengan cita cita
b. tidak
menjadi sarjana
3.
pertanyaan
alternatif
a.
mungkinkah
?
b.
inginkah
?
c.
bisakah
?
4.
membuat
pilihan
a.
mantap
dengan pilihan tetap kuliah s1
b.
membicarakan
dengan orang tua
c.
mencari
beasiswa sambil bekerja
e. Follow Up
Setelah proses
konseling akhirnya dapat ditemukan jalan keluar permasalahannya. Dan konselor
dapat menutup proses konseling yang sebelumnya meringkas kembali pembicaraan
antara konselor dan konseli. Konselor menegaskan kembali tentang keputusanya.
Konselor menawarkan bantuan apabila kelak timbul masalah baru.
3. Evaluasi
Walaupun
permaslahan ini dianggap sudah selesai namun konselor masih mengamati perilaku
konseli disekolah. Dan tetap membina hubungan dengan orang tua konseli tentang
perkembangan konseli dan member pujian kepada perilaku konseli yang mulai
membaik
Langganan:
Postingan (Atom)